IBNU Qayyim rahimatullah berkata, “Termasuk dari sunnah dan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah mengerjakan shalat tathawwu’ (sunnah) di atas kendaraan tunggangannya ke arah mana pun kendaraan menghadap.
Dalam shalatnya di atas kendaraan, beliau menundukkan kepalanya sedikit ketika ruku’ dan sujud. Tetapi menunduknya ketika sujud lebih rendah daripada ketika ruku’.
Baca Juga: Mengenal Shalat Sunnah Mutlak
Rasulullah Melakukan Shalat Sunnah di Atas Kendaraan
Sebagimana yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari hadis Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah menghadapkan kendaraan-Nya kearah kiblat pada saat takbiratul ihram, kemudian beliau shalat ke mana saja kendaraannya menghadap.
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim disebutkan,
“Dan dari Ibnu Umar adhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa shalat dalam perjalanan di atas kendaraan, ke mana pun hewan tunggangannya menghadap. Beliau menundukkan badannya sedikit ke depan, shalat malam bukan shalat fardhu. Dan beliau witir juga di atas kendaraannya’.” (Muttafaq alaih)
Kendaraan yang dipakai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jelas berbeda dengan yang biasa kita pakai pada saat ini. Karena kendaraan pada zaman itu terbatas pada onta, kuda, dan keledai.
Kalau pun, ada kendaraan yang ditarik, yang menarik juga tak lepas dari hewan-hewan ini. Adapun kendaraan yang biasa dipakai orang-orang pada masa sekarang, yaitu bis, kereta api, kapal laut, pesawat terbang, dan sebagainya.
Akan tetapi, dalam hal hukum shalat di atas kendaraan tidak ada perbedaannya. Hanya mungkin secara teknis saja yang ada sedikit perbedaan.
Dalam hadis di atas, disebutkan bahwa beliau melakukan shalat di atas kendaraannya hanya untuk shalat malam dan witir saja. Tidak untuk shalat fardu. Demikian-lah memang yang terdapat dalam sunnah.
Sebagaimana kita ketahui dalam beberapa pembahasan yang lalu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melaksanakan shalat wajib dengan berjamaah bersama para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Baik itu dalam Madinah, di perjalanan, ketika turun hujan, ataupun saat dalam keadaan perang, atau yang biasa disebut dengan shalat khauf.
Semua shalat wajib ini beliau lakukan dengan berjamaah. Baik itu shalat jamak, jamak taqdim dan ta’khir, qashar, ataupun shalat lengkap empat rakaat.
“Beliau menundukkan badannya sedikit ke depan,” maksudnya yaitu menundukkan badannya jika ruku’ dan sujud.
Akan tetapi ketika sujud, badannya lebih ke bawah lagi sedikit lebih rendah daripada saat ruku’.
Shalat dengan duduk di atas kendaraan dan menggerakkan badan seperti ini juga belaku bagi pengikut beliau sampai kapan pun, termasuk kita di saat ini jika sedang bepergian dan berada di atas kendaraan.
Dalam hadis lain yang juga diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Amir bin Rabiah radhiyallahu ‘anhu, disebutkan,
“Bahwasanya dia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat sunnah pada malam hari ketika bepergian di atas punggung kendaraannya, ke mana pun kendaraannya menghadap.” (Muttafaq Alaih)
Diriwayatkan, bahwa ketika Ibnu Sirin dan kawan-kawannya akan menyambut kedatangan Anas bin Malik dari Syam, mereka melihatnya di Ainu Tamr sedang shalat di atas keledai, sementara wajahnya menghadap kearah kiri kiblat.
Kemudian Ibnu Sirin bertanya, “Aku melihat engkau shalat tidak menghadap kiblat?” kata Anas, “Sekiranya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan-Nya, maka aku pun tidak akan melakukannya.
(Sumber: 165 Kebiasaan Nabi, Abduh Zulfidar Akaha, Pustaka Al-Kautsar)