BARU-BARU ini, sekelompok orang mulai mengampanyekan bahwa hukum memakai jilbab itu tidak wajib, yang wajib itu menutup aurat.
Kampanye itu dilakukan dengan gencar di media sosial bahkan ada yang terang-terangan memamerkan anak-anaknya yang dahulu berhijab sekarang tidak berhijab.
Melihat fenomena tersebut, Ustaz Farid Nu’man Hasan menyampaikan pendapatnya.
“Jika ingin tenar, lakukanlah atau ucapkanlah keanehan, dijamin kamu tenar.
Kewajiban menutup aurat sudah menjadi hal yang diketahui secara pasti dalam agama (al ma’lum minad din bidh dharurah), baik aurat laki-laki dan perempuan,” kata Ustaz Farid, pengasuh rubrik Konsultasi Syariah di ChanelMuslim.com.
Ustaz Farid menambahkan bahwa wanita itu aurat, kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebagaimana hadis shahih, riwayat Imam At Tirmidzi. Ini tidak ada perbedaan pendapat.
“Yang para ulama berbeda pendapat adalah batasan auratnya, apakah wajah dan telapak tangannya termasuk aurat atau tidak.
Di mana sebagian ulama mengatakan bukan aurat seperti yang dipilih oleh Imam Ibnu Jarir dan ini yang masyhur menurut umumnya ulama seperti yang dikatakan Imam Ibnu Katsir,
sebagian ulama lain mengatakan wajah dan telapak tangan aurat dan wajib ditutup,” tambahnya.
Keyakinan bahwa seluruh tubuhnya selain wajah dan telapak tangan merupakan aurat, adalah hal yang telah disepakati dan diketahui oleh umumnya umat Islam, tanpa harus lelah membuka-buka referensi.
Sampai akhirnya muncul pendapat syadz (janggal bin aneh) yang mengatakan wanita tidak wajib jilbab, lalu dengan enteng mengatakan: berarti masalah ini masih khilafiyah ulama.
Baca Juga: Bagaimana Membuat Anak Gadis Kita Nyaman Berjilbab?
Perselisihan soal Hukum Jilbab, Ustaz Farid Nu’man Angkat Bicara
“Kalau pun dikatakan khilafiyah, tidak semua khilafiyah itu diperhitungkan (mu’tabar),” katanya.
Ustaz Farid menambahkan, jika perbandingannya adalah perbedaan antara para imam, seperti Imam Asy Syafi’i dan Imam Abu Hanifah,
atau Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal, atau Imam Al Qurthubi dan Imam Ibnu Katsir, ini seimbang, sama-sama high class, high quality.
Di sinilah layak dikatakan: “Ini masih diperselisihkan para ulama.”
“Tapi, jika perbedaannya antara para imam tadi dengan pemikir liberal zaman now, atau “ustadz” zaman now, ya tidak apple to apple.
Bukan kelasnya sehingga tidak sepantasnya dikatakan: “Ini ‘kan khilafiyah”. Ini lebih layak dikatakan asbed (asal beda),” tegasnya.
Benar yang dikatakan Imam Ibnush Shalah Rahimahullah, saat dia mengatakan:
مع أنه ليس كل خلاف يستروح إليه، ويعتمد عليه، ومن تتبع ما اختلف فيه العلماء، وأخذ بالرخص من أقاويلهم، تزندق أو كاد.
Di samping itu tidak semua perselisihan bisa kita cari-cari yang mudah lalu kita mengikuti hal itu, sebab barang siapa yang mengikuti perselisihan ulama,
lalu dia mencari-cari yang ringan dari pendapat-pendapat mereka, maka itu telah atau hampir zindik.
(Dikutip Imam Ibnul Qayyim dalam Ighatsatul Lahfan, 1/228)
Apa yang dikatakan Imam Ibnush Shalah adalah kecaman keras kepada mereka yang mencari-cari pendapat yang enak atau di antara perselisihan para ulama,
lalu bagaimana dengan yang mencari yang enak-enak dari pendapat yang BUKAN ULAMA? Wallahul Musta’an![ind]