SENANDUNG ini tidak dimaksudkan kesedihan. Tidak juga ungkapan iba. Justru kebanggaan karena membuka kewarasan dunia.
Tiga ratus hari lebih para mujahid bertahan, terus melawan kepongahan Zionis Israel. Ini sebuah prestasi yang belum pernah terjadi di abad ini.
Bayangkan, perang Arab Israel pada 1967 hanya berlangsung enam hari untuk kemenangan Israel. Pun perang Arab tahun 1973, hanya berlangsung 19 hari untuk kemenangan Israel. Padahal saat itu Mesir, Suriah, Yordania, dan lainnya bergabung menjadi satu.
Yang terjadi saat ini, Israel bukan sedang berperang dengan sebuah negara, apalagi gabungan banyak negara. Melainkan hanya dengan sebuah ormas di Palestina: Hamas.
Berbagai alat tempur modern, mereka pamerkan. Tapi, tak satu pun yang dipuji dunia. Karena hanya menaklukkan satu kota berpenduduk dua juta saja, mereka tak mampu.
Dari ratusan ribu personil yang diturunkan, aneka peralatan canggih yang dikerahkan; tapi tak satu pun sandera yang dikuasai Hamas yang mereka bisa selamatkan.
Beberapa hari lalu memang ada enam sandera yang ditemukan Israel, tapi semuanya sudah tewas. Parahnya, mereka sendiri yang bunuh dalam sebuah penyerbuan brutal.
Secara fisik, Gaza memang hancur lebur, ratusan ribu pengungsi tercerai berai dengan nasib tak menentu. Justru, itu menunjukkan taktik perang Zionis yang amburadul.
Jangan anggap fenomena itu sebagai kekalahan para mujahid. Justru, itu menjadi latihan nyata untuk generasi penerus mujahid yang tak kunjung putus.
Lalu berapa kerugian di pihak Zionis? Sekitar 14 ribu tentara mereka tewas, 40 ribu luka: fisik dan mental, ribuan lainnya bunuh diri. Dan, mayoritas personil pilot tempur mereka desertir karena goncangan mental. Ini belum termasuk kerugian materi yang luar biasa.
Bagaimana secara politik? Di sisi ini, Zionis sudah kalah telak. Sembilan pejabat tinggi Kabinet Netanyahu mundur, termasuk menteri perangnya: Benny Gantz. Ratusan ribu warga Israel demo dan mogok massal menuntut Netanyahu mundur. Israel nyaris lumpuh.
Bagaimana di mata dunia? Israel saat ini menjadi negara dan etnis yang paling menjijikkan di mata dunia. Termasuk di Amerika dan Eropa. Pemerintah di negara-negara ini memang pro Israel, tapi warganya pada posisi sebaliknya.
Belum pernah lembaga ‘peliharaan Amerika’ bernama PBB melawan tuannya. Sepanjang sejarahnya sejak didirikan. Bahkan terakhir, mereka berani mengeluarkan perintah ‘tangkap’ kepada Netanyahu melalui Mahkamah Internasionalnya.
Perhatikanlah para mujahid di Palestina. Orang mengira mereka sebagai negara terjajah di tengah kemerdekaan dunia saat ini. Justru, mujahid Palestinalah yang paling merdeka saat ini di tengah terjajahnya dunia oleh hegemoni Yahudi terhadap dunia saat ini.
Apalah arti sebuah kemerdekaan jika segalanya serba kendali Yahudi: keuangan, keamanan, pendidikan, kesehatan, informasi, dan lainnya. Hanya Palestina yang merdeka saat ini.
Tiga ratus hari lebih Gaza tak juga bisa ditaklukkan. Tak ada bendera putih berkibar di sana. Kecuali oleh ibu-ibu, orang tua, dan anak-anak di kawasan pengungsian.
Padahal, seorang pakar militer Yordania menilai, baru 30 persen personil Hamas yang diturunkan. Sementara, sudah 70 persen personil militer Israel yang kocar-kacir.
Para mujahid Hamas berkeyakinan, wa man nashru illa min ‘indillah, “Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah.” (QS. Al-Anfal: 10)
Jadi, siapakah yang patut disebut sebagai pemenang? Inilah episod perang suci di akhir zaman. Dan terjadi di tanah yang diberkahi sebagaimana disebut Al-Qur’an. Allahu Akbar! [Mh]