oleh: Ustaz Dr. Oni Sahroni, M.A.
ChanelMuslim.com – Ustaz, Saya mau bertanya, bagaimana mengurus jenazah muslim yang terinfeksi COVID-19 dan bagaimana teknis memandikannya?
Jawaban:
Fatwa MUI Nomor: 18 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim yang Terinfeksi Covid-19 telah menjelaskan cara memandikan, menyalatkan, dan menguburkan jenazah yang terinfeksi covid-19.
Pertama, mereka yang wafat karena penyakit itu bernilai syuhada di akhirat sebagaimana pendapat al-Nawawi;
قال العلماء: المراد بشهادة هؤلاء كلهم غير المقتول في سبيل الله أنهم يكون لهم في الآخرة ثواب الشهداء
Ulama mengatakan: “Bahwa yang dimaksud dengan kesyahidan mereka semua, selain yang gugur di medan perang adalah mereka kelak (di akhirat) menerima pahala sebagaimana pahala para syuhada yang gugur di medan perang”. (al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘ala al-Muslim)
Kedua, jenazah tersebut dikafani, dishalatkan, serta dikuburkan sebagaimana mestinya, sesuai ketentuan syariah, kecuali jika ada pernyataan medis yang menegaskan potensi penularan, maka dilakukan sesuai kemampuan karena kondisi darurat. Sebagaimana dijelaskan oleh Salim bin Abdullah Al-Hadrami;
وأقل الغسل: إزاله النجاسة وتعميم جميع بشره وشعره وإن كثف مرة بالماء المطهر. وأقل الكفن: ساتر جميع البدن، وثلاث لفائف لمن ترك تركة زائدة عن دينه ولم يوص بتركها. وأقل الصلاة عليه: أن ينوي فعل الصَّلَاةِ عليه، والفرض، …. وأقل الدفن: حفرة تكتم رائحته وتحرسه من السّباع. ويسن أن يعمق قدر قامة وبسطة. ويوسع، ويجب توجيهه إلى القبلة.
“Memandikan mayit paling sedikit adalah menghilangkan najis, meratakan seluruh kulit, rambut/bulu walaupun tebal satu kali dengan air yang menyucikan. Kafan paling sedikit adalah menutupi seluruh badan. Tiga lapis bagi yang meninggalkan warisan sebagai tambahan dari hutangnya dan tidak berwasiat meninggalkan tiga lapis. Shalat paling sedikit adalah niat untuk melakukan shalat, menyebut fardhu. Batas minimal menguburkan mayit adalah galian/liang yang mampu menyembunyikan bau mayit dan menjaga tubuh mayit dari binatang buas. Disunnahkan memperdalam liang, kira-kira seukuran berdirinya orang yang mengangkat tangan. Selain memperdalam, disunnahkan juga untuk memperluas liang, serta wajib menghadapkan mayit ke arah kiblat.” (Salim bin Abdullah Al-Hadrami, Sullamu al-Taufiq h. 36-38;)
Dan pendapat al-Nawawi;
واعلم أن غسل الميت وتكفينه والصلاة عليه ودفنه فروض كفاية بلا خلاف
“Ketahuilah, sesungguhnya memandikan mayit, mengafaninya, menshalatinya, adalah fardhu kifayah, tanpa khilaf.” (al-Nawawi, Al-Majmu Syarh al-Muhadzab, Juz 5, halaman 128).
Ketiga, jika menurut pernyataan medis memandikannya akan berpotensi menularkan petugas yang memandikan, maka dilakukan tahapan-tahapan berikut;
(1) Cukup dikucurkan air merata ke seluruh tubuh dengan petugas tetap menggunakan APD.
(2) Tetapi jika tidak memungkinkan dilakukan hal tersebut, maka cukup ditayamumkan.
(3) Tetapi jika tidak memungkinkan, maka jenazah tersebut tidak dimandikan atau tidak ditayamumkan. Hal ini didasarkan pada kondisi darurat, sehingga membuka dispensasi (rukhsoh) dalam tata cara memandikannya pada khususnya sebagaimana kaidah;
إِذَا ضَاقَ الْأَمْرُ اتَّسَعَ وَإِذَا اتَّسَعَ ضَاقَ
“Segala sesuatu, jika sempit maka menjadi luas, dan jika (kembali) luas maka menjadi sempit”.
Dan sebagaimana dijelaskan oleh Abdurrahman al-Jaziri;
ﻭﻳﻘﻮﻡ اﻟﺘﻴﻤﻢ ﻣﻘﺎﻡ ﻏﺴﻞ اﻟﻤﻴﺖ ﻋﻨﺪ ﻓﻘﺪ اﻟﻤﺎء ﺃﻭ ﺗﻌﺬﺭ اﻟﻐﺴﻞ
“Tayammum dapat diterapkan sebagai pengganti memandikan jenazah jika tidak ada air atau kesulitan untuk memandikan.” (Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid I, h. 476)
Semoga Allah yang Maha Rahman memudahkan dan meridhai setiap ikhtiar kita. Amiin.
Wallahu a’lam bishawab.[ind]