ChanelMuslim.com – Jual beli kurma secara tidak tunai diperbolehkan, asalkan dengan margin yang disepakati. Berikut penjelasannya.
Oleh: Dr. Oni Sahroni (Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ustaz, apakah beli kurma juga harus tunai (yadan bin yadin?) ini karena banyak pedagang yng mengambil kurma dari supplier dengan jumlah yang banyak, setelah kurmanya terjual baru pedagang membayar nya ke supplier. (Muhaimim, Cirebon)
Waalaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh. Membeli kurma dengan alat pembayaran (seperti rupiah dan sejenisnya) secara tidak tunai itu boleh dilakukan dengan margin yang disepakati dan bukan transaksi ribawi.
Baik yang tidak tunai itu terjadi pada kurma sebagai barang yang diperjualbelikan maupun yang terjadi pada harganya (alat pembayarannya).
Misalnya, A sebagai calon penjual kurma membeli kurma melalui daring. Kemudian, pembayarannya dilakukan dengan cara transfer dan harga beli sejumlah Rp1 juta dengan perjanjian kurma akan dikirim tiga hari kemudian (uangnya tunai, sedangkan kurmanya tidak tunai).
Ha ini merujuk pada beberapa kaidah dan tuntutan. Pertama, beberapa hadist Rasulullah Shallahu alaihi wasalam antara lain dari ‘Ubadah bin Shamit,” Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syar’I dengan syar’I, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan jenisnya serta secara tunai.
Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.” (HR.Muslim).
Kemudian, hadist dari Umar al-Faruq.” (Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali secara tunai.” (HR.Muslim)
Baca Juga: Manfaat Kurma bagi Kesehatan Seorang Muslim
Hukum Jual Beli Kurma
Berdasarkan kedua hadist tersebut, para ahli hadist seperti asy-Syaukani dan ash-Shan’ani menjelaskan dua kaidah; (a) jika ada pertukaran (jual beli) antara barang-barang ribawi sejenis, harus direhterimakan secara tunai, seperti pertukaran antara rupiah dan rupiah, maka harus dilakukan secara tunai dan dengan nominal yang sama (tanpa margin);
(b) jika ada pertukaran (jual beli) antara barang-barang ribawi yang berbeda klaster atau kelompok maka harus dilakukan secara tunai, tetapi boleh mengambil selisih atau margin, hal ini seperti pertukaran dari money changer antara mata uang rupiah dan mata uang rial.
Pertukaran antara kedua mata uang tersebut harus dilakukan secara tunai, tetapi money changer sebagai penjual boleh mengambil seisih atau margin.
Kedua, jika pertukaran (jual beli) yang terjadi itu antara kelompok barang-barang ribawi yang berbeda jenis, tidak ada syarat tunai dan nominalnya harus sama.
Hal ini seperti jual beli kurma secara tidak tunai yang ditanyakan di atas. Contoh lainnya seperti membayar SPP sekolah secara tidak tunai lebih besar dari pada bayar tunai.
Karena tidak masuk kaidah atau ruang lingkup riba dakam hadist Ubadah sebagaimana dijelaskan as-Syaukani dan as-Shan’ani, “Pada dasarnya, segala bentuk muamalat itu boleh dilakukanya kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Ini karena tidak ada nash yang melarang transaksi tersebut.
Pada prinsipnya, setiap transaksi itu diperbolehkan selama tidak ada nash atau kesepakatan ahli fikih yang melarangnya.
Tidak ada nash atau kesepakatan ahli fikih yang melarang jual beli kurma tidak tunai sehingga diperbolehkan.
Baca Juga: Masya Allah, Ini Manfaat Berbuka dengan Kurma bagi Kesehatan
Ketiga, kesepakatan para ulama sebagaimana dilansir oleh as-Syaukani, “Seluruh ulama telah sepakat/konsensus bahwa jual beli barang-barang ribawi dengan barang-barang ribawi lainnya yang berbeda illat itu boleh dilakukan secara tidak tunai dan berbeda nominalnya.
Seperti menjual perak dengan sya’ir, dan contoh-contoh lainnya.” (As-Syaukani, Nail al-Authar 5/230)
Keempat, sudah menjadi kebutuhan umum (masyarakat) yang bertransaksi memenuhi kebutuhan hidupnya, baik barang atau jasa dengan alat pembayaran seperti keseharian yang terjadi di toko, pasar, swalayan, baik secara offline maupun online (sebagimana kaidah tentang at-taisir wa raf ul al-haraj).
Wallahu a’lam.[ind/Walidah]