USTAZ Oni Sahroni menjelaskan perbedaan kartu kredit syariah dengan kartu kredit konvensional.
Walaupun kartu kredit syariah dan konvensional itu memiliki fungsi yang sama, diakseptasi sebagai alat bayar di merchant-merchant mitra bank penerbit, memudahkan pengguna kartu kredit untuk bertransaksi walaupun tidak memiliki dana, tetapi keduanya berbeda.
Di antara perbedaannya adalah sebagai berikut.
Pertama, hanya untuk bertransaksi dan membeli yang halal.
Kartu kredit syariah hanya bisa digunakan sebagai alat bayar di merchant-merchant (mitra bank syariah atau penerbit) yang menjual produk halal.
Hal itu karena bank syariah hanya melakukan kerja sama dengan merchant yang aktivitas usahanya halal.
Seperti travel umrah, perguruan tinggi, penjual kosmetik, toko bangunan, dan sejenisnya yang halal.
Oleh karena itu, pengguna kartu kredit syariah tidak bisa melakukan transaksi (diakseptasi) di merchant tidak halal karena bukan mitra bank syariah.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Pengguna kartu kredit syariah tidak bisa melakukan transaksi (diakseptasi) di merchant tidak halal karena bukan mitra bank syariah.
Di antara daftar blokir nonhalal, yaitu:
1. Kategori miscellaneous store, yaitu bars, cocktail lounges, discotheques, night club and taverns-drinking places (alcoholic beverages).
2. Kategori miscellaneous store, yaitu package stores, beer, wine, and liquor.
3. Kategori personal service provider, yaitu dating and escort service.
4. Kategori amusement and entertainment, yaitu gambling transaction.
Masing-masing kategori tersebut memiliki kode, sehingga kartu kredit syariah tidak bisa akseptasi (tidak bisa menjadi alat bayar) saat merchant teregistrasi dengan kode MCC.
Berbeda halnya dengan kartu kredit konvensional yang bisa digunakan (sebagai alat bayar) di setiap merchant, termasuk merchant yang menjual produk tidak halal.
Ini yang Membedakan Kartu Kredit Syariah dengan Kartu Kredit Konvensional (1)
Kedua, tidak ada riba (bunga) dalam transaksi antara bank syariah sebagai penerbit dengan pengguna sebagai pemanfaat, dengan penjelasan sebagai berikut.
1. Fee atas jasa penjaminan. Pendapatan bank syariah sebagai penerbit adalah berupa fee atas jasa penjaminan sehingga pengguna kartu kredit syariah bisa bertransaksi.
Contohnya, saat pengguna ingin berangkat umrah via travel dan membayar dengan kartu kredit syariah, seakan-akan penerbit menyampaikan kepada travel tersebut, “Pengguna kartu kredit ini adalah nasabah kami, dan kami yang menjamin atas kewajibannya.”
Travel menyetujui pembayaran karena ada bank syariah penerbit sebagai penjamin.
Sehingga pengguna yang tidak memiliki dana dapat bertransaksi dengan travel.
Baca juga: Kejamnya Dunia Sales Kredit
Dalam fikih, fee atas garansi atau penjaminan bank syariah tersebut dinamakan dengan kafalah bil ujrah.
Dan kafalah bil ujrah itu skema atau akad yang dibolehkan menurut mazhab Syafi’iyah sebagaimana dilansir oleh Syeikh ‘Athiyah Shaqr:
وَالضَّمَانُ بِأَجْرٍ خَرَّجَهُ عَلَى ثَمَنِ الْجَاهِ الَّذِيْ قِيْلَ فِيْهِ بِالْحُرْمَةِ وَبِالْكَرَاهَةِ، وَقَالَ بِجَوَازِهِ الشَّافِعِيَّةُ، كَمَا خَرَّجَهُ عَلَى الْجُعَالَةِ الَّتِيْ أَجَازَهَا الشَّافِعِيَّةُ أَيْضًا
“Adapun dhaman (kafalah) dengan imbalan oleh Musthafa al-Hamsyari disandarkan pada imbalan atas jasa jah (dignity, kewibawaan) yang menurut mazhab Syafi’i hukumnya boleh (jawaz) walaupun menurut beberapa pendapat yang lain hukumnya haram atau makruh. Musthafa al-Hamsyari juga menyandarkan dhaman (kafalah) dengan imbalan pada ju’alah yang dibolehkan oleh mazhab Syafi’i.” (Syekh ‘Athiyah Shaqr, Ahsan al-Kalam fi al-Fatawa wa al-Ahkam, 5/542).[Sdz]