USTAZ, saya mau bertanya, bagaimana cara menghadapi tipe suami yang mendiamkan istri? Apakah ada suami soleh yang suka jika istrinya dilaknat malaikat?
Bagaimana jika seorang suami suka mendiamkan istrinya ketika istrinya punya salah. Padahal sang istri sudah meminta maaf dan merespon cepat.
Tapi suami justru mengacuhkan/mendiamkan hingga melewati malam. Apakah ini sama halnya suami ingin istrinya dilaknat malaikat?
Sebenarnya tanggung jawab suami terhadap istrinya itu mengingatkan/memarahi/mendiamkan?
Lalu bagaimana cara bersabar menghadapi jenis suami yang demikian? Yang ketika marah diam, menolak istri dan makanan yang disediakan. Terima kasih atas pencerahannya.
Baca Juga: Tips Menyiasati Cemburu Suami Istri
Cara Menghadapi Tipe Suami yang Mendiamkan Istri
Ustaz Slamet Setiawan menjawab persoalan ini yaitu sebagai berikut.
Di antara sebab awetnya sebuah rumah tangga adalah sikap suami yang pemaaf dan memahami kekurangan istrinya sebagaimana umumnya wanita yang lain.
Ketika seorang istri berbuat kesalahan, maka tidak perlu setiap kesalahan istri itu harus ditegur, apalagi dijadikan sebagai sebuah masalah yang besar dan serius. Apalagi kemudian ditegur dengan kasar.
Akan tetapi, hendaklah suami memilah dan memilih, manakah di antara kesalahan tersebut yang perlu ditegur, dan manakah kesalahan yang tidak perlu ditegur, alias dibiarkan saja.
Hal ini sama persis sebagaimana kita menyikapi kesalahan dan keteledoran anak kecil. Anak kecil belumlah sempurna akalnya.
Kadang anak kecil berlari ke sana ke mari tanpa henti, membuat rumah berantakan, tidak bisa diam dan tenang. Akan tetapi, hal ini bisa kita maklumi. Tinggal kita awasi saja untuk memastikan keamanannya.
Begitu juga menyikapi kesalahan dan keteledoran istri. Tidak perlu semuanya ditegur. Ketika istri salah sedikit, suami langsung menegur dan memarahi. Ini sikap seorang suami yang kurang tepat.
Akan tetapi, sekali lagi, hendaknya suami memilah dan memilih, manakah di antara kesalahan tersebut yang memang perlu dan layak untuk ditegur.
Pahami Kapan Memaklumi dan Kapan Harus Menegur
Misalnya, pada pagi hari, suami meminta istri untuk membuatkan teh panas. Biasanya dengan senang hati sang istri akan membuatkan.
Akan tetapi, pagi itu istri baru agak malas dan tidak mau melaksanakan perintah suami. Dalam kondisi ini, hendaklah suami maklum, dibiarkan saja, toh dia juga bisa membuat teh panas sendiri.
Kita maklumi saja, mungkin istri baru ingin santai-santai, mungkin baru tidak fokus, dan pemakluman yang lain.
Akan tetapi, ketika suatu saat istri membentak-bentak suami, maka kesalahan ini tidak bisa ditoleransi sehingga perlu (langsung) ditegur dan diluruskan.
Demikianlah praktik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menegur istri beliau, sebagaimana yang diceritakan dalam firman Allah Ta’ala,
وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ
“Dan ingatlah ketika nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang istrinya (Hafsah) suatu peristiwa.
Maka ketika (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada ‘Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan ‘Aisyah) kepada Muhammad,
lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan (membiarkan) sebagian yang lain (kepada Hafsah).
Maka ketika (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan ‘Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya,
“Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab, “Allah yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal telah memberitakan kepadaku.” (QS. At-Tahrim [66]: 3)
Kita mengetahui bahwa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wanita-wanita utama dan pilihan.
Suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan beberapa perkara kepada istrinya, yaitu ibunda Hafshah radhiyallahu ‘anha, dan berpesan kepada Hafshah agar tidak menceritakannya kepada siapa pun.
Akan tetapi, Hafshah radhiyallahu ‘anha tidak menunaikan wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hafshah justru menceritakan perkara tersebut kepada ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Lalu, Allah Ta’ala pun memberi tahu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal kejadian tersebut.
Akhirnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegur Hafshah atas sebagian kesalahannya saja, dan membiarkan (memaklumi) kesalahan yang lain.
عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ
“ … lalu Muhammad memberitahukan sebagian (kesalahan yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan (membiarkan) sebagian (kesalahan) yang lain (kepada Hafsah) … “
Demikianlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menegur istrinya. Yaitu, beliau menegur sebagian kesalahan saja, dan memberikan toleransi atas sebagian kesalahan yang lain.
Kurang lebihnya, jika seorang istri memiliki sepuluh kesalahan misalnya, tegurlah tiga, empat, atau lima kesalahan saja (yang memang betul-betul perlu ditegur). Dan biarkan (tidak menegur) sisa kesalahan yang lainnya.
Lalu bagaimana sikap istri yang memiliki suami seperti dalam kasus di atas?
Sebagai bentuk ketaatan seorang istri kepada suami adalah melayaninya dengan baik dan memenuhi hak-haknya.
Adapun Sikap suami yang tidak menghargai istri menjadi tanggung jawab dirinya kepada Allah.
Maka bersabarlah, selama istri tidak melanggar kewajibannya kepada Allah dan suaminya, Insya Allah bagi Anda ada pahala yang besar. Wallahu’alam.[ind]