“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, afwan ustaz, qunut nazilah untuk palestina, katanya boleh kalau ulil amr atau penguasa yang memerintah untuk qunut, kalau selain pemerintah katanya gak boleh, tanggapan ustaz bagaimana? Jazakumullahu khoiron.” (AN)
Berikut jawaban dari Ustaz Farid Numan Hasan:
Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Pelaksanaan qunut nazilah apakah mesti didahului oleh perintah pemimpin atau tidak, ada dua pendapat:
1. Harus atas instruksi pemimpin sebuah negeri
Ini pendapat Hanabilah (mazhab Hambali). Dalil mereka adalah qunut di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam hanya dilakukan jika Rasulullah melakukan, dan posisi Rasulullah saat itu adalah pemimpin mereka. Tidak ada satu pun sahabat nabi yang menginisiatifkan sendiri setelah masa itu jika mereka mengalami musibah.
Kita berbaik sangka, mungkin orang yang melarang qunut nazilah tersebut mengikuti pendapat ini.
2. Boleh qunut nazilah walau tanpa instruksi penguasa
Ini pendapat mayoritas ulama. Alasan mereka:
– Qunut nazilah adalah ibadah untuk meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala, dan meminta tolong kepada Allah Ta’ala tidak perlu izin imam.
– Apa yang terjadi di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam sama sekali tidak mengindikasikan adanya kemestian izin dahulu kepada pemimpin, kecuali ada petunjuk yang jelas dan lugas tentang izin tersebut.
Baca Juga: Qunut Nazilah untuk Palestina
Apakah Harus Ada Izin dari Penguasa untuk Melaksanakan Qunut Nazilah?
Syaikh Dr. Abdullah bin Hamud Al Farih menjelaskan:
وهذا القول هو الأظهر والله أعلم
Pendapat mayoritas ini adalah pendapat yang lebih benar. Wallahu A’lam.
Beliau menambahkan bahwa menambahkan syarat “izin pemimpin” adalah tidak berdasar:
الأصل أن قنوت النازلة عبادة يتعبد بها كل المسلمين، ومن زاد في هذه العبادة شرطاً لابد له من الدليل الشرعي لهذا الشرط والأصل في العبادات التوقيف والحظر، ولا دليل من الكتاب والسنة على هذا الشرط
Hukum asal qunut nazilah adalah ibadah dalam rangka ketundukan yang berlaku bagi kaum muslimin, barang siapa yang menambahkan syarat maka dia wajib mendatangkan dalil syar’i, oleh karena hukum asal dari peribadatan adalah tawqif dan terlarang, dan tidak ada dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah tentang syarat (izin pemimpin) tersebut.
(Dikutip dari makalah: Masail fi Qunut an Nawazil)
Pendapat mayoritas adalah pendapat yang lebih pas untuk kondisi saat ini, di tengah banyaknya penguasa yang tidak paham agama.
Bisa jadi mereka tidak paham “apa itu qunut nazilah?”, apalagi jika kaum muslimin tinggal di daerah minoritas muslim dan dipimpin oleh kepala negara yang kafir tentu kepala negara dan pemerintahan tsb tidak akan kepikiran qunut nazilah.
Demikian. Wallahu A’lam