SESUNGGUHNYA ada sangat banyak sumber motivasi yang bisa menjadi energi untuk mempertahankan keutuhan dan keharmonisan keluarga.
Konselor rumah tangga Cahyadi Takariawan menulis bahwa kehidupan berumah tangga, selalu penuh dengan dinamika. Pada saat pengantin baru, rasanya hanya bahagia dan sangat bahagia.
Namun seiring berjalannya waktu, aneka rasa mulai mengemuka. Bahkan suatu ketika harus melewati roller coaster kehidupan berumah tangga, sampai pada titik puncak ketegangannya.
Di saat itu, banyak kalangan suami istri yang mulai mempertanyakan ulang tentang kebersamaan mereka, patitkah dipertahankan, atau segera diakhiri. Tidak jarang yang mengambil keputusan emosional: cerai.
Di ruang konseling kami selalu berusaha untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan keluarga.
Pasangan suami istri yang ikatan mereka mulai kondor bahkan hampir putus, kami ajak untuk mengevaluasi kembali dalam suasana jiwa yang tidak emosi.
Dalam suasana hati yang damai, dalam kebeningan pikiran, dalam kedalaman perasaan, pasangan suami istri bisa menemukan kembali keping-keping kehangatan yang sudah mulai hilang.
Sesungguhnya ada sangat banyak alasan dan motivasi yang sangat kuat bagi mereka berdua untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan keluarga.
Ada sangat banyak sumber motivasi yang bisa menjadi energi untuk mempertahankan keutuhan dan keharmonisan keluarga.
Baca Juga: 12 Resep Keharmonisan Suami Istri
Sumber Motivasi Keharmonisan Keluarga
Masing-masing memiliki kekuatan yang berbeda-beda dalam seberapa besar kemampuan mempertahankan keutuhan keluarga. Di antaranya adalah hal-hal berikut ini.
Cinta Surga, Takut Azab-Nya
Cobalah kamu ingat, apa motivasi mendasar yang mendorong kamu melakukan pernikahan? Kamu ingin hidup bahagia dunia akhirat, begitu bukan?
Bahagia dunia, bahagia akhirat. Surga dunia, surga akhirat. Selamat dunia, selamat akhirat. Sukses dunia, sukses akhirat. Begitu kan? Nah, cobalah perkuat sisi cinta surga dan takut azab Allah, dunia akhirat.
Ketika seorang suami memimpin rumah tangga, ia takut berlaku zhalim kepada anak dan istrinya, karena ia sangat ingin masuk surga. Ia khawatir kalau berperilaku jelek, akan menyebabkan masuk neraka.
Demikian pula seorang istri yang cinta surga, akan berlaku baik dalam rumah tangga. Ia takut kalau Allah murka kepadanya karena pembangkangan kepada suami.
Mari kita menengok keluarga Fulan (bukan nama sebenarnya). Ia mendapatkan cobaan berat dalam hidup.
Fulanah (bukan nama sebenarnya), istri Fulan, mengalami depresi semenjak hamil anak pertama.
Dokter menyatakan, Fulanah mengalami psikosis. Ia sering bicara sendiri, tertawa sendiri, berperilaku maladaptif dan cenderung tidak terkendali.
Sudah berapa dokter jiwa dikunjungi untuk menyembuhkan sang istri, sudah berapa rumah sakit didatangi untuk menuntaskan kesehatan jiwa sang istri, namun belum ada hasil yang memuaskan.
Sehari-harinya, Fulan bekerja sebagai staf di sebuah instansi, dan jika sampai di rumah ia berlaku sebagai pengasuh istri dan anak-anaknya.
Kondisi Fulanah tidak memungkinkan untuk bisa mengasuh anak-anak. Semua urusan anak dan kerumahtanggaan dilakukan oleh Fulan dengan penuh tanggung jawab sebagai suami dan bapak.
Suatu saat ada seorang teman yang menasihati, “Sudahlah, kamu nikah lagi saja, daripada punya istri tapi tidak berfungsi”.
Ada lagi yang bahkan menyarankan, “Ceraikan saja istrimu, dan kirim ia ke rumah sakit jiwa, agar dirawat di sana…..”
Apa jawaban Fulan? “Saya tidak pernah berpikir menceraikan dia. Saya juga tidak berpikir akan menikah lagi. Saya berharap, dengan cara inilah Allah akan memberikan surga bagi saya….”
“Kalau saya menikah lagi, atau saya ceraikan dia, siapa yang akan mengurus dia nanti? Bagaimanapun kondisinya sekarang ini, saya pernah menikmati kebahagiaan optimal bersamanya, terutama saat dulu ia masih normal. Saya tidak mau menyakiti hatinya…” lanjut Fulan.
Saya menangis pertama kali mendengar kisah keluarga ini. Saya tidak membayangkan ada lelaki berhati sebersih Fulan di zaman yang penuh polusi saat ini.
Dengan posisi di tempatnya bekerja, sangat mudah bagi dia untuk menikah lagi, apalagi ada “alasan” yang bisa dipahami terkait kondisi istri.[ind]
(bersambung)