ChanelMuslim.com- Residu itu sisa kotoran dari interaksi. Jika interaksinya di luar, sisa kotorannya kadang masih melekat dan terbawa ke dalam rumah.
Selalu ada residu atau sisa kotoran dari interaksi dengan dunia luar. Karena tidak ada jaminan di luar rumah selalu bersih.
Ada kotoran yang berasal dari sisa interaksi melalui mata. Interaksi antar lisan. Melalui lintas pendengaran. Dan akhirnya interaksi antar hati.
Residu “Kata-kata”
Kehidupan dalam keluarga sejatinya seperti masjid atau madrasah. Ada imam dan ada makmum, ada guru dan ada murid, ada orang tua dan ada anak-anak.
Imam dan guru memperlihatkan sosok ideal di mata makmum dan murid. Bukan sekadar penampilan, melainkan juga perilaku.
Begitu pun dengan suami istri. Seperti apa pun keadaan keduanya, ketika di rumah, keduanya adalah seperti imam dan guru bagi anak-anaknya.
Mungkin saja suami atau istri, karena keadaan pekerjaan, terbiasa berbicara kasar. Tapi ketika di rumah, semua kebiasaan itu harus luluh dan berganti lembut dan bijak.
Ia tidak memanggil anaknya dengan sebutan “penghinaan”, seperti si pendek, si jangkung, si kurus, si bawel, si pelit, dan sebagainya. Bahkan, kalau memungkinkan, menyebut anak dengan sebutan kesayangan. Seperti, sayang, cantik, ganteng, pintar, soleh atau solehah, dan lainnya.
Bukan hanya dalam menyebut sosok, dalam respon pun harus dijaga. Baik respon sebagai ungkapan kecewa, prihatin, nggak suka, dan hal negatif lain maupun respon ungkapan senang.
Terlebih respon terhadap anak, ungkapan emosi bisa menjadi stigma yang berbekas. Seperti, “Emang dasar bodoh nih!”, “Mata kamu buta yah!”, “Kamu culun amat sih!” Dan lain-lain.
Kalau setiap hari anak-anak yang masih tumbuh mental dan kejiwaannya dicap dengan sebutan buruk, suatu saat hal itu akan membekas. Bahkan, boleh jadi anak-anak akan merasakan bahwa dirinya memang seperti yang disebutkan oleh orang tuanya: si bodoh, si buta, dan si culun.
Dengan kata lain, anak-anak akan mengalami penggerusan rasa percaya diri. Mereka akan tumbuh besar sebagai sosok yang tidak yakin bahwa dirinya pintar, berani, teliti, dan konsisten.
Suami istri, ketika berada dalam keluarga, harus mengotomatisasi lidah dan perilakunya sesuai perkembangan jiwa anak. Terlebih lagi dalam akhlak Islam.
Ada respon standar dalam Islam yang harus secara otomatis keluar dari lisan umat Islam. Seperti, innalillahi wainna ilaihi rojiun, jazakumullah, qadarullah, insya Allah, maasya Allah, astagfirullah, wallahu a’lam, dan seterusnya.
Ucapan-ucapan ini bukan sekadar bernilai akhlak, tapi juga menjadi doa yang diucapkan tanpa sadar dari ayah ibu kepada anak-anaknya.
Karena itu, sebelum masuk rumah saat pulang dari tempat kerja, bersihkan segala residu “kata-kata” yang mungkin masih tertinggal. Sapalah anak-anak dan keluarga dengan kalimat salam yang berarti kedamaian dan ketenangan. [Mh]