ChanelMuslim.com- Begitu banyak momen yang menyenangkan dalam hubungan istri. Tapi, ada juga momen-momen yang sangat rentan. Jika salah mengolah, hubungan akan goyah.
Suami istri itu hubungan hidup antara dua insan. Keduanya terikat dalam mitsaqan ghalizha, atau perjanjian yang kuat. Yaitu, akad pernikahan yang diniatkan karena Allah subhanahu wata’ala.
Hubungan hidup dua insan ini adalah perjalanan panjang. Bukan satu atau dua tahun. Tapi, untuk seumur hidup. Dan, akan bersambung insya Allah dalam kehidupan akhirat yang bahagia.
Namun begitu, bukan dunia kalau tanpa ujian. Ada momen-momen di mana hubungan suami istri diuji. Dan di antara ujian-ujian itu ada yang cukup rentan menggoyahkan hubungan.
Ketika Ada Intervensi Orang Tua
Tidak semua orang tua lurus-lurus saja tentang hubungan pernikahan putera-puterinya. Ada sebagian mereka yang masih merasa perlu untuk intervensi urusan rumah tangga anak.
Perkaranya macam-macam. Bisa tentang keuangan, tentang karir, rumah, kendaraan pribadi, bahkan hanya sekadar tentang hewan peliharaan.
Sudut pandangnya bisa dari dua sisi: bisa dari orang tua suami, bisa juga dari istri. Repotnya, jika yang ingin tervensi datang dari dua pihak sekaligus: suami dan istri. Seolah-olah rumah tangga anak menjadi panggung “tinju” antara dua orang tua.
Dari segi prosentase kasus, mungkin momen kritis jenis ini tergolong langka. Tapi jika hal itu terjadi, penanganannya bukan hal mudah.
Intervensi itu datang karena ada peluang. Atau, ada celah yang disengaja atau dibiarkan terbuka oleh pihak anak. Pembukanya bisa macam-macam, antara lain aduan atau curhat anak tentang internal rumah tangga kepada orang tuanya.
Dalam hal ini, baik anak maupun orang tua memiliki latar belakang masalah yang mirip. Yaitu, orang tua memang terlalu rajin mengurus semua urusan anaknya walaupun sang anak sudah berkeluarga. Sementara anak terlalu cengeng dan manja untuk selalu bergantung pada orang tua tentang urusan pribadinya.
Jika satu pihak tidak bermasalah, orang tua atau anak, intervensi tidak akan terjadi. Karena tercegah oleh di antara mereka.
Jika intervensi terjadi, penanganan masalahnya akan seperti benang kusut. Karena menjadi rancu antara siapa yang berwenang dan siapa diluruskan. Ujung-ujungnya, akan terjadi adu kuat “power” antara orang tua dengan menantu, atau orang tua dengan besan.
Analisis lain, jenis kasus ini biasanya terjadi di rumah tangga yang tergolong masih muda. Mungkin baru berusia satu hingga lima tahun usia pernikahan. Atau mungkin baru beberapa bulan saja.
Mestinya, pihak anak harus belajar menghadapi masalahnya sendiri. Ketika sudah terjadi pernikahan, perwalian seorang wanita tidak lagi kepada orang tua. Melainkan sudah beralih ke suami. Jadi, hadapi masalah internal itu hanya di antara mereka berdua. Yakini bahwa pasti ada solusi.
Jika orang tua memancing-mancing agar anak membuka urusan internal rumah tangga, tutup dengan cara yang bijaksana. Karena orang tua juga manusia yang memiliki salah dan lupa. Jangan diberikan peluang, apalagi dikompor-kompori.
Begitu pun pihak orang tua, harus bijaksana melepas anak-anaknya. Biarkan anak-anak belajar mengolah masalahnya sendiri. Dan hal itu akan menjadi tangga kedewasaan untuk mereka tapaki di waktu-waktu yang akan datang. [Mh]