ChanelMuslim.com- Ada begitu banyak kasih yang tak sampai. Ia tertahan oleh jarak. Tertahan oleh keadaan. Tertahan oleh budaya. Dan tertahan oleh rasa kasih itu sendiri.
Hidup berkeluarga adalah bertemunya aneka kasih dalam satu wadah. Ada kasih orang tua kepada anak-anaknya. Ada kasih suami kepada istri, begitu pun sebaliknya. Dan ada kasih anak-anak kepada orang tuanya.
Kata kasih menunjukkan pemberian yang tanpa pamrih. Kasih keluar dari hati yang dalam, jernih, dan nyaris tanpa batas. Kasih kian terpuaskan ketika yang menerima merasa bahagia.
Meski yang menerima tidak bahagia pun, kasih akan terus mencari penyalurannya yang alami. Tersendat di sana, mengalir di tempat lain.
Ada Kasih Tak Sampai dari Orang Tua
Pernikahan merupakan pergantian pemegang tongkat estafet. Pergantian dari orang tua kepada suami. Ada keharuan di situ, ada juga kehilangan.
Orang tua dari pihak mana saja akan merasakan kehilangan ini. Dari pihak laki maupun perempuan. Satu pernikahan, dua pihak orang tua merasakan kehilangan.
Namun begitu, rasa tidak nyaman ini ditutupi dengan begitu sempurna oleh keduanya. Ditutupi oleh raut wajah yang penuh senyum. Tapi, belum tentu dengan suasana hatinya.
Jika hal itu pengalaman pertama, orang tua akan merasakan suasana kebatinan yang lain dari biasanya. Mereka serasa seperti sudah tua karena tak lama lagi akan punya cucu.
Dalam suasana yang lain, mereka seperti merasakan sebuah ujian keikhlasan yang berat. Keikhlasan untuk melepas segala nilai aset yang melekat kepada putera atau puteri mereka.
Bayangkan, dari bayi diurus, kemudian disekolahkan dengan perhatian dan biaya yang besar. Tapi, setelah “matang” dipanen untuk diri si anak sendiri dan orang lain.
Hari-hari berikutnya adalah suasana sunyi di rumah masing-masing. Putera atau puteri yang menemaninya selama ini kini sudah menetap di tempat tinggal lain. Boleh jadi, dengan jarak tempuh yang lumayan jauh.
Jarak yang jauh itu nantinya akan memisahkan orang tua dan anak untuk jangka waktu yang lumayan lama. Mungkin, hanya setahun sekali mereka berjumpa di saat Lebaran.
Beruntung dengan orang tua dengan anak-anak yang yang lebih dari dua. Karena jika satu pergi, masih beberapa lagi yang bisa meramaikan suasana rumah.
Namun, bagaimana jika hanya dua, atau mungkin hanya satu-satunya. Suasana di hari-hari berikutnya akan terasa seperti di dunia baru yang tak terbayangkan.
Rentang waktu lama itu, menjadikan orang tua seperti anak manja yang ingin dikunjungi ibu. Meskipun mereka tak akan mengungkapkan rasa itu. Mungkin hanya isyarat-isyarat kecil agar sang anak menoleh ke mereka sejenak.
Mereka khawatir kalau dinyatakan lugas ke anak-anak akan sangat merepotkan. Bukankah anak-anak mereka kini sudah memiliki dunia baru yang juga merepotkan.
Namun jika mereka yang datang mengunjungi anak-anak, rasanya tenaga sudah tidak seperti dulu lagi. Kadang ingatan pun sudah memudar. Teramat sulit untuk menempuh perjalanan jauh hanya sekadar mengobati kerinduan.
Seperti itulah dunia para orang tua yang memasuki fase baru hidupnya. Mereka bukan lagi orang tua dari anak-anaknya yang sudah pisah dan hidup mandiri. Melainkan, juga sebagai kakek dan nenek yang seperti anak-anak manja yang rindu disapa, disayang, dan dicium oleh anak-anak dan cucu-cucunya. [Mh/bersambung]