ChanelMuslim.com- Menikah itu mudah. Yang berat merawatnya. Terlebih lagi dengan perjalanan yang penuh onak dan duri, jurang dan tanjakan.
Perjalanan rumah tangga itu tidak selalu landai. Tidak jarang, perjalanan yang dilalui begitu berat. Tantangan dan hambatan serasa tak pernah henti terjadi.
Namun begitu, ujian berat itu tidak mengendurkan gerak langkah sejumlah pasangan suami istri untuk terus maju. Di antaranya sosok-sosok berikut ini.
Meski profilnya disamarkan, nilai-nilai yang bisa dipetik dari kegigihan mereka bisa menjadi cermin untuk kita. Berikut ini di antara cuplikannya.
Guru Ngaji di Kampung
Suami istri ini tinggal di perkampungan tak jauh dari Jakarta. Tapi tetap saja, suasana dan lingkungan rumahnya masih sangat kampung.
Suami istri ini aktif sebagai guru ngaji anak-anak usia SD ke bawah. Meskipun penghasilannya jauh dari memadai, keduanya tetap menekuni profesi ini.
Setiap hari, puluhan anak berdatangan ke rumah mereka. Ada yang datang selepas shalat Zuhur, Ashar, dan Magrib. Masing-masing waktu itu berasal dari kelompok yang berbeda. Pengajian berlangsung sekitar dua jam. Begitu setiap hari.
Beruntungnya, rumah suami istri ini hanya berjarak dua meter dari masjid. Jadi, mereka tak perlu repot mencari tempat untuk praktek shalat buat murid-muridnya.
Rumah berukuran sekitar sepuluh kali sepuluh meter ini isinya didominasi tikar, lekar, dan papan tulis. Tak ada televisi, lemari pajangan, sofa, atau mebel. Kalau tamu datang, keduanya cukup menggelar tikar.
Berapa biaya ngaji per anak per bulannya? Berkisar antara lima ribu hingga dua puluh ribu. Tak dipatok dengan harga tertentu. Tergantung kemampuan orang tua murid.
Cukupkah buat penghasilan bulanan suami istri ini? Tentu tidak. Sang suami terpaksa mencari penghasilan lain. Setiap selepas shalat Subuh, ia berkeliling kampung untuk mengambil sampah dari rumah warga.
Lumayan, setiap bulan dari profesi sambilan ini bisa membiayai putera-puteri mereka yang belajar di pesantren. Syukurnya, anak paling kecil mereka sudah di level madrasah Aliyah. Pulangnya setahun dua kali.
Ada penghasilan lain yang ada tidak setiap pekan. Yaitu, memotong rumput taman rumah warga, atau order menebang pohon.
Meski profesi sambilannya kadang dianggap sebelah mata oleh orang umumnya, suami istri ini tidak merasa sungkan. Sudah puluhan tahun hal itu mereka jalani.
Dalam hal profesi mungkin sang suami bisa diremehkan, tapi tidak begitu ketika ia menjadi imam shalat di masjid. Bacaan Qurannya begitu mengasyikkan.
Kalau ditanya tentang kabarnya. Suami istri ini menyambutnya dengan senyum. “Alhamdulillah, kita mah sehat-sehat aja, Pak!”
Tak ada wajah muram meskipun penghasilannya minim. Tak ada rona duka meskipun isi rumahnya didominasi tikar, lekar, dan papan tulis. [Mh/bersambung]