ChanelMuslim.com- Menikah itu mudah. Yang berat merawatnya. Terlebih lagi dengan perjalanan yang penuh onak dan duri, jurang dan tanjakan.
Perjalanan rumah tangga itu tidak selalu landai. Tidak jarang, perjalanan yang dilalui begitu berat. Tantangan dan hambatan serasa tak pernah henti terjadi.
Namun begitu, ujian berat itu tidak mengendurkan gerak langkah sejumlah pasangan suami istri untuk terus maju. Di antaranya sosok-sosok berikut ini.
Meski profilnya disamarkan, nilai-nilai yang bisa dipetik dari kegigihan mereka bisa menjadi cermin untuk kita. Berikut ini di antara cuplikannya.
Berdagang Sayur, Menjual Bubur
Ketika latar belakang pendidikan dan keterampilan tidak banyak membantu, modal kerja keras dan kegigihan pun menjadi alternatif.
Seperti itulah yang dilakukan suami istri yang hidup sederhana, tapi tetap harmonis. Sang suami berjualan bubur nasi keliling. Sementara istri, berjualan sayur.
Ayah ibu dari lima anak ini menapaki hari-hari mereka tidak seperti orang pada umumnya. Mereka mengunci istilah malam sejak jam delapan malam, dan mengunci istilah pagi pada jam setengah dua pagi. Artinya di antara jam delapan hingga jam setengah dua pagi itulah mereka tidur. Selebihnya, kerja.
Awal hari mereka dimulai jam setengah dua pagi. Setelah mandi dan shalat malam, suami istri ini menyiapkan nafkah mereka. Suami memasak bahan-bahan olahan bubur, sementara istri berangkat ke pasar untuk memburu sayur-mayur yang akan dijual.
Sebelum Subuh, keduanya sudah siap seratus persen. Setelah shalat, zikir, dan menyiapkan sarapan dan sekolah putera-puteri mereka, masing-masing direpotkan dengan dunia kerja.
Saat Zuhur datang, urusan masing-masing kerja suami istri itu pun usai. Suami sudah selesai berjualan bubur, dan istri menutup warung sayurnya.
Keduanya baru bisa istirahat sebentar setelah shalat dan makan siang bersama anak-anak. Di sela-sela itulah mereka bisa mengajarkan anak-anak tentang adab, PR sekolah, dan lainnya.
Setelah shalat Ashar merupakan momen paling bahagia mereka. Karena, di saat itulah sekitar dua jam mereka bisa bersosialisasi dengan tetangga atau berkumpul bersama anak-anak untuk makan sore.
Selepas Magrib, keluarga ini sibuk mengaji. Suami ke masjid untuk shalat mengikuti taklim, istri ke majelis taklim ustazah untuk hal yang sama. Begitu pun anak-anak mereka. Hingga shalat Isya datang.
Meski dengan penghasilan ala kadarnya, keduanya bersyukur bisa menyekolahkan puteri pertama dan kedua di perguruan tinggi. Sementara tiga anak yang lain masih sekolah di madrasah tsanawiyah dan ‘aliyah.
Dalam kehidupan yang sederhana itu pula, belum pernah mereka mengeluh dan meminta-minta bantuan. Hidup ala kadarnya sudah menjadi bagian keseharian mereka.
Bagi suami istri ini, tak ada yang lebih penting dari keharmonisan, pendidikan agama anak-anak, dan bergaul baik dengan tetangga. [Mh]