ChanelMuslim.com- Marahan suami istri mungkin biasa. Ada kecewa, ada benci. Tapi, benci yang menumbuhkan rindu.
Hampir semua suami istri pernah marahan. Bisa karena sebab berat, bisa karena hal sepele. Tapi ujungnya, sama: kecewa dan benci.
Namun begitu, jangan biarkan kecewa dan benci bertahan lama. Paling lama, tiga hari saja. Siasati agar di masa kesenjangan itu, yang tumbuh bukan tambah kecewa. Melainkan semangat baru untuk semakin mesra.
Jangan terlalu Lama dalam Kecewa
Suami istri itu satu hati. Sukanya sama, bencinya juga sama. Tapi, boleh jadi terjadi salah paham, kles, silang pendapat, atau apa pun, yang memunculkan rasa benci dan marah.
Memang, ada marah yang tersalurkan, ada juga yang tidak. Yang tersalurkan adalah saling mengungkapkan rasa kecewa secara langsung.
Seperti, Saya gak suka kamu begini dan begitu. Pihak satunya menjawab, jadi yang kamu suka seperti apa? Dijawab, yang saya suka seperti ini. Satunya lagi menolak, kalau yang seperti itu aku tidak akan pernah suka.
Ungkapan kecewa dan bernada marah ini memang terkesan terbuka. Ada ungkapan emosi di situ. Dan seterusnya.
Namun, beban hati sudah tersalurkan dengan benar pada salurannya. Tidak disimpan dan mengendap lama. Yang suatu saat, ledakannya bisa lebih dahsyat.
Di sisi lain, jika kecewa dan benci tidak diungkapkan langsung, pihak yang dibenci boleh jadi tidak paham kenapa ia dibenci. Ia hanya bingung dan terus dalam bayang-bayang dugaan. Tapi jika dibenci terus, ia akhirnya membalas.
Menyalurkan benci dan marah dengan benar akan mempercepat waktu konflik. Awalnya memang agak frontal. Tapi, masing-masing pihak akan memahami di mana salah dan khilafnya. Dan dari situ, ia akan segera memperbaiki.
Jadi, lama atau cepatnya kesenjangan, bukan karena berat atau ringannya judul konflik. Tapi lebih karena cara penyelesaian yang tidak pas.
Jika memang problemnya sudah terungkap, tinggal menunggu waktu untuk saling memaafkan dan memahami. Tapi, menunggunya jangan terlalu lama.
Coba Pisah Sementara
Jangan salah artikan kata pisah. Pisah di sini adalah berpisah ruang, bukan ikatan. Seperti, pisah tidur di kamar yang berbeda. Pisah keluar rumah sementara. Dan seterusnya.
Cara pisah ini lebih sebagai memberikan ruang suami istri untuk bisa lebih jernih berpikir dan bersikap. Boleh jadi, dalam kesendirian akan memunculkan kesadaran.
Jika cinta masih melekat, bisa dipastikan, pisah akan membuat ketidaknyamanan. Ada rasa hilang di situ. Dan ada rasa sepi yang menyergap. Dari situlah akan muncul rasa rindu.
Bisa dibilang, cara pisah ini sebagai hukuman. Bukan hukuman untuk pihak yang dianggap salah. Tapi, hukuman untuk dua-duanya. Karena kesalahan bisa jadi muncul sebagai sebab akibat.
Contoh, suami kecewa dengan masakan istri yang itu-itu saja. Padahal menurut istri, bagaimana ia bisa berkreasi, karena uang belanjanya memang segitu-gitu saja. [Mh/bersambung]