ChanelMuslim.com- Harmonis itu seimbang, serasi, dan seirama. Hanya bahtera yang seimbang dan serasi yang mampu mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan.
Meraih keluarga harmonis seperti menapaki anak-anak tangga. Semakin banyak anak tangga, semakin landai jalan yang akan dilalui. Sebaliknya, semakin sedikit anak tangga, semakin terjal jalan yang akan didaki.
Semua pasangan suami istri ingin meraih keluarga yang harmonis. Ada ketenangan di situ. Ada kedamaian, ada kebahagiaan, dan ada kesejahteraan.
Sayangnya, banyak orang yang ingin instan. Ingin sesegera mungkin bisa harmonis tapi tidak mau capek menapaki anak-anak tangga. Hasilnya, keharmonisan menjadi sangat semu. Kulitnya saja, tapi dalamnya seperti bara api yang sewaktu-waktu bisa terbakar.
Karena itu, perlu pemahaman dan kesabaran untuk serius menapaki setiap anak tangga, agar anak-anak tangga yang ditapaki itu mampu mengantarkan kita ke puncak kebahagiaan rumah tangga.
Berikut ini di antara anak-anak tangga yang mesti ditapaki dengan sungguh-sungguh. Antara lain.
Kesepatan tentang Baiti Jannati
Kalimat baiti jannati bukan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Tapi, kalimat ini mengandung banyak kebaikan dalam menyikapi kehidupan berumah tangga.
Baiti jannati bisa menjadi makna bahwa rumah itu tempat yang paling dirindukan suami istri. Sehingga di mana pun ia berada, tak ada yang lebih mengasyikkan daripada di rumah.
Mungkin saja suami merasakan bahwa kantor lebih enak, nyaman, daripada di rumah. Tapi, enaknya kantor hanya fisiknya saja. Sementara ruhnya tidak ada.
Dan meskipun rumah dari segi fisik jauh dari kata nyaman, tapi ruhnya ada. Artinya, hidup kita ada di rumah itu. Ada bahagia di situ, ada harapan, ada teman sejati, dan tempat paling nyaman untuk berlindung dan istirahat.
Begitu pun dengan istri. Meskipun rumah orang tuanya mungkin jauh lebih memadai dari rumah ia dan suaminya, tapi di situlah ia menjadi manusia yang utuh. Manusia yang punya jati diri, tanggung jawab, dan harapan.
Boleh-boleh saja sesekali mencari tempat-tempat lain untuk wisata. Tapi, bukan karena tempat itu lebih nyaman dari rumah sendiri. Hanya sekadar menjadikan selingan agar rumah tetap sebagai tempat yang paling dirindukan.
Tempat wisata apa saja, apakah itu vila, hotel, dan sejenisnya; hanya nyaman untuk satu atau dua malam saja. Selebihnya, orang akan rindu untuk kembali ke rumah.
Bukan karena di rumah segalanya tidak bayar. Tapi karena di rumah itu ada jiwa kita yang sebenarnya. Ada begitu banyak cinta sejati yang selalu memberikan kita harapan.
Rumah yang kita maksud sebagai baiti jannati, bukanlah rumah dalam bentuk fisiknya. Melainkan, dalam wujud ruhnya. Yaitu, tempat di mana kita sebagai keluarga hidup dan saling menghidupkan. [Mh]