ChanelMuslim.com- Ibarat malam, tetangga mungkin mirip dengan bulan. Tanpa bulan, malam terasa gelap. Tapi, bagaimana jika sang bulan tak bisa diam.
Tetangga merupakan keniscayaan dalam rumah tangga. Di mana pun kita tinggal, tetangga selalu ada di hampir semua sisi kehidupan rumah kita: kanan, kiri, depan, dan belakang.
Kadang tetangga datang di saat kita perlukan. Mereka menolong di saat kita butuh bantuan. Walaupun tidak sedikit dari tetangga yang justru menjadi beban. Terutama, beban perasaan.
Tetangga Pelit
Pelit itu menganggap bahwa yang dimiliki bukan berasal dari luar. Termasuk, dari Allah subhanahu wata’ala. Sehingga, mengurangi yang dimiliki untuk orang lain sama saja dengan menyia-nyiakan usaha mendapatkannya.
Pelit juga menganggap bahwa pengurangan aset adalah siksaan. Siksaan yang hanya bisa dirasakan oleh jiwa, bukan badan. Sebaliknya, penambahan aset adalah kebahagiaan tiada tara.
Secara keimanan, pelit merupakan masalah besar. Pelit sulit bisa sejalan dengan nilai-nilai keimanan bahwa aset adalah titipan Allah, suatu saat akan dimintai pertanggungjawaban. Sehingga semakin besar aset, semakin besar beban pertanggungjawaban.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak akan pernah berkumpul dalam hati seseorang sifat kikir dan keimanan selamanya.” (HR. An-Nasai dan Hakim)
Cara menghadapi tetangga pelit, sebenarnya mudah. Bukan dengan membalas pelitnya dengan cara yang sama. Justru sebaliknya, gempur dia dengan pemberian atau hadiah cuma-cuma.
Cara ini sebagai penumbuhan cermin sosial untuk sang tetangga. Dengan gempuran itu, ia bisa bercermin dan mengukur diri. Bahwa, ia memang tidak patut bersikap seperti itu. Toh terbukti, bahwa tidak pelit bukan siksaan. Bukan juga mengurangi aset dengan cara sia-sia.
Tentu cara mengungkapkannya bukan dengan efek menuduh atau menggurui. Tapi sebagai ungkapan jujur tentang diri kita, bahwa aset adalah pemberian Allah dan Allah yang menjamin tentang datang dan perginya.
Awalnya mungkin dia akan menganggap biasa. Tapi jika terus dan rutin dilakukan, ia akan mulai menyimak apa yang salah dengan dirinya.
Memang ada perbedaan besar antara pelit dan serakah. Kalau orang pelit belum tentu serakah. Tapi kalau orang serakah, sudah pasti pelit. Karena yang bukan di tangannya saja ia rebut, apalagi yang sudah dalam genggamannya.
Jika tetangga masih dalam kategori pelit, stadium masalahnya mungkin masih belum berat. Tapi kalau sudah serakah, perlu cara lain dan jauh lebih berat untuk menghadapinya. [Mh/bersambung]