ChanelMuslim.com- ChanelMuslim.com- Suami istri itu manusia. Keduanya tidak punya antena yang bisa disetel satu frekuensi. Jadi, wajar saja jika suami istri mengalami beda sinyal.
Kalau mau melihat dua manusia dalam satu hati, lihatlah suami istri yang selalu harmonis. Seolah keduanya berada dalam satu ide, satu rasa, satu langkah, dan satu selera.
Namun, tidak semua yang terikat itu menyatu seperti di atas. Banyak sebab hal itu bisa terjadi. Mungkin karena ikatannya yang perlu dikencangkan. Mungkin juga karena keduanya sama-sama manusia yang kadang “dinamis”, atau berpotensi berubah tergantung lingkungan.
Sejauh mana beda sinyal itu bisa terjadi? Sejauh dinamika lingkungankah, sejauh karena orangnyakah, atau sebab lain.
Boleh Jadi, Ada Penurunan Komitmen Beragama
Suami istri terikat bukan hanya karena komitmen cinta, melainkan juga komitmen beragama. Komitmen inilah yang juga membingkai sinyal suami istri tetap satu frekuensi.
Dengan logika sederhana, tak ada orang atau lembaga yang mengawasi dan meluruskan apakah suami atau istri on the track pada tupoksinya masing-masing. Tak ada yang ngasih reward, tak ada pula yang menghukum.
Yang mengikat lurusnya langkah suami istri, lebih karena kuatnya komitmen beragama. Keduanya selalu merasa diawasi oleh Yang Maha Melihat dan Maha Tahu apa yang tersembunyi. Dialah Allah subhanahu wata’ala.
Kalau komitmen ini melemah, lemah pula kesadaran bahwa Allah mengawasi sepak terjang suami istri. Dan kelemahan itu akan menjadikan sinyal di antara keduanya menjadi nggak nyambung. Baik karena menurunnya komitmen beragama suami, istri, atau keduanya secara bersamaan.
Suami atau istri tetap setia mungkin saja karena kuatnya ikatan cinta. Tapi, pengaruh komitmen agama jauh lebih kuat dari itu.
Dalam kasus perselingkuhan misalnya, agama sejak dini telah mendesain pola hubungan pria wanita sebegitu apiknya. Misalnya, larangan agama untuk melihat yang bukan mahram karena syahwat, larangan membuka aurat, larangan berduaan baik secara fisik maupun komunikasi, dan lainnya.
Potensi buruk itu diantisipasi agama dengan berbagai aturannya. Pria dan wanita memiliki potensi buruk yang sama. Khusus untuk wanita, antisipasi agama juga dimaksudkan agar dirinya tak memunculkan potensi buruk dari pria.
Seperti, aurat wanita yang harus ditutup jauh lebih banyak dari pria, aturan sebaiknya wanita keluar rumah bersama mahram atau tidak sendirian, begitu pun larangan wanita keluar malam tanpa mahram.
Aturan dan komitmen beragama seperti itu bukan untuk menyusahkan wanita. Sebaliknya, melindungi wanita dari daya tarik yang ditimbulkan dirinya sehingga memunculkan kejahatan dari pria.
Komitmen beragama tentang ini dengan satu kesadaran bahwa Allah Maha Mengetahui tentang ciptaannya. Kenapa pria boleh ini, dan wanita tidak. Begitu pun sebaliknya, kenapa wanita boleh ini, dan pria tidak.
Komitmen lain termasuk melemahnya iman seseorang. Jika iman melemah, maka rasa diawasi oleh Allah pun akan pudar. Sebaliknya, yang menguat justru hembusan syahwat setan yang terus membisikkan aneka penyimpangan.
Segarkanlah iman dan komitmen beragama suami istri dengan sering mengikuti majelis taklim, saling bertausiah, dan lainnya. Kalau rasa cinta bisa mengendur jika tidak dipupuk, iman pun bisa pudar jika tidak dipelihara. [Mh]