ChanelMuslim.com – Istilah cinta monyet sudah akrab di telinga kita. Kalau buka web wikipedia, akan didapat arti istilah ini. Yaitu, anak baru gede yang sedang jatuh cinta. Tapi, bisa juga bermakna seseorang yang kurang mencintai pasangannya.
Sifat monyet atau kera bermakna jelek. Alquran juga memuat sifat sebagian orang Yahudi yang serakah dan sombong. Sifat fasik inilah yang pernah membuat mereka terkutuk dan menjadi kera yang hina.
Baca Juga: Tips Jatuh Cinta Setiap Hari Kepada Pasangan
Bukan Cinta Monyet, Tapi Monyet yang Sedang Jatuh Cinta
Firman Allah swt., “Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu lalu Kami berfirman kepada mereka, ‘Jadilah kamu kera yang hina.” (QS. Al-Baqarah: 65)
Orang Yahudi yang dikutuk menjadi kera itu tak berdaya dengan ujian. Allah melarang mereka melaut di hari Sabtu karena hari itu dikhususkan untuk ibadah. Tapi, justru di tiap hari Sabtu itulah ikan melimpah.
Dalam sebutan yang lain, mereka tetap mengincar ikan di hari Sabtu, meski di hari lain ikan juga ada, walaupun sedikit. Dan yang paling parah, mereka telah melanggar aturan Allah swt. untuk mengkhususkan Sabtu sebagai hari ibadah.
Dalam tafsir yang lain, orang-orang Yahudi yang serakah ini mengakali aturan Allah. Pada hari Jumat sore mereka memasang jaring ikan, kemudian pada Ahad paginya jaring-jaring yang berisi ikan itu mereka angkat.
Dengan akal-akalan itu, mereka menutupi sifat serakahnya. Ibadah tetap bisa khusus di hari Sabtu, tapi ikan berlimpah juga didapat. Padahal, bagaimana mungkin mereka bisa khusyuk ibadah di hari Sabtu, kalau pikiran mereka tetap tertuju pada jaring ikan.
Cinta monyet atau monyet yang lagi jatuh cinta
Monyet sebagai perwakilan sifat serakah boleh jadi muncul dalam dunia cinta pasangan manusia. Benarkah? Mungkin gambaran berikut ini bisa menjadi renungan.
Cinta monyet yang diartikan cintanya anak baru gede, menunjukkan kerentanan cinta itu sendiri. Namanya juga anak baru gede, siapa pun yang dekat, yang sering ditemui, bahkan yang suka menggoda; akan membuatnya jatuh cinta.
Kalau itu terhinggap hanya pada saat baru gede, mungkin bisa dianggap wajar. Mereka masih mencari dan belajar, dan belum punya pemahaman yang utuh tentang cinta. Tapi, bagaimana jika cinta monyet justru tetap melekat ketika sudah bersuami isteri.
Cinta ini tidak punya pendirian. Selalu berubah menurut keadaan. Bahkan mungkin ia lupa dengan pasangannya karena sedang tergoda dengan sosok cinta barunya. Begitu seterusnya.
Orang bertipe cinta monyet ini tidak segan-segan mengorbankan pasangannya, walau sudah punya anak sekali pun, demi memenuhi rasa tergodanya dengan yang baru.
Cinta untuk orang ini sekadar kesenangan dan permainan. Bukan tanggung jawab dan cita-cita besar membangun generasi umat yang kuat.
Apakah mereka tidak paham tentang cinta dalam berkeluarga? Atau, memang hal itu sudah menjadi karakter yang begitu sulit dikikis habis.
Sepertinya, siapa pun yang sudah berkeluarga akan merasakan ada beban besar yang harus ditunaikan.
Beban inilah yang membuatnya secara berangsur-angsur melupakan soal kesenangan dan permainan dunia cinta. Cinta dalam arti yang sempit: suka, senang, dan nikmat.
Saat berkeluarga, pasangan sudah memasuki dimensi cinta yang lebih luas. Yaitu, cinta yang terwujud dalam penunaian amanah Allah swt. melalui pasangan dan anak cucu mereka.
Hal inilah yang sulit dipahami oleh mereka yang tetap asyik dalam dunia cinta monyet, meski sudah tidak remaja lagi, dan sudah punya tanggung jawab sebagai ayah, ibu, suami, atau isteri.
Apakah penyimpangan itu hanya karena soal pemahaman, atau ada hal lain? Hal inilah yang dikhawatirkan. Yaitu, karakter atau sifat seseorang yang memang sudah menyimpang. Walaupun diberikan pemahaman yang benar, penyimpangan ini sulit dihilangkan.
Inilah yang bisa disebut sebagai cinta monyet, atau monyet yang sedang jatuh cinta. Sifat-sifat buruk monyet yang serakah dan sombong mewarnai kehidupan cintanya.
Tentang kisah sebagian orang Yahudi yang dikutuk menjadi monyet karena sifat serakah dan sombongnya, apakah mereka berketurunan monyet juga?
Mufasirin menjelaskan bahwa setelah Allah mengutuk mereka menjadi monyet, mereka pun mati. Sepertinya, Allahu a’lam bishowab, tidak ada hukuman yang pantas buat orang bertipe monyet ini selain kutukan menjadi makhluk hina dan kematian.
Hal ini pun agar manusia selanjutnya tidak lantas menduga-duga kalau ada monyet-monyet yang berkeliaran di hutan sana sebagai anak keturunan sebagian orang Yahudi yang dikutuk itu.
Begitu pun dengan istilah cinta monyet. Tidak berarti bahwa semua monyet memiliki sifat tidak setia pada pasangannya. Hanya sekadar istilah agar manusia serius dan benar-benar bertanggung jawab dengan cinta pasangannya. (mh)