ChanelMuslim.com – Faedah Surah An-Nur ayat 21, jangan ikuti langkah setan berikut ini ditulis oleh Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal. Berikut penjelasan selengkapnya.
Tafsir Surah An-Nuur Ayat 21
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah- langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar.
“Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.
“Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 21)
Baca Juga: Cahaya di atas Cahaya – Tadabbur Surat An-Nur (Bag-5)
Penjelasan Surat An-Nur ayat 21
Yang dimaksud langkah setan di sini adalah jalan setan yang diperindah atau dibuat bagus. Dan ingat bahwa semua jalan setan itu dibenci oleh jiwa.
Karenanya, setan itu memperindahnya sehingga membuat orang tertarik dan akhirnya memasukinya. Ayat tersebut maksudnya adalah jangan masuki jalan yang diajak oleh setan atau jangan tempuh jalan setan.
Sifat jalan setan yang paling utama adalah sombong dan dusta. Kesombongannya dibuktikan dengan enggan sujud kepada Adam.
Kedustaannya dibuktikan dengan klaimnya yang menyatakan dirinya lebih baik dari Adam. Padahal Adam lebih baik dari setan.
Sombong itu terkait dengan keengganan untuk patuh. Sedangkan dusta itu terkait dengan keengganan menerima berita. Sombong dan dusta adalah jalan setan secara umum.
Jika kita perhatikan seluruh maksiat kembali pada dua sifat ini yaitu mendustakan berita dan enggan untuk taat.
Contoh jalan setan lainnya adalah bakhil (pelit). Allah Ta’ala berfirman,
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir).” (QS. Al-Baqarah: 268) sehingga ada ulama yang mengartikan fahsya dalam ayat dengan bakhil (pelit).
Makan dengan tangan kiri juga merupakan langkah setan. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ
“Jika salah seorang di antara kalian makan, makanlah dengan tangan kanan. Jika salah seorang di antara kalian minum, minumlah dengan tangan kanan. Karena setan itu makan dengan tangan kiri dan minum dengan tangan kiri.” (HR. Muslim, no. 2020)
Sehingga langkah setan yang dimaksud adalah jalannya setan. Ini berputar pada dua perkara yaitu dusta dan sombong. Dan ada jalan setan juga yang dikhususkan seperti pelit dan makan atau minum dengan tangan kiri.
Fahsya atau fahisyah adalah perbuatan jelek yang disukai oleh jiwa semacam zina. Sedangkan yang namanya munkar adalah perbuatan selain fahisyah yang diingkari oleh akal dan fitrah. (Lihat Tafsir As-Sa’di, hlm. 594, 669)
Baca Juga: Kiat Agar Tidak Diganggu Setan, Lakukan Amalan-amalan Ini (Bagian 12-selesai)
Faedah dari Ayat:
1. Orang beriman itu yang bisa mengambil manfaat dari perintah dan larangan.
2. Orang beriman yang diseru dalam ayat adalah orang beriman secara mutlak baiknya yang imannya sempurna maupun kurang.
3. Jika ada seruan “wahai orang beriman”, pasti setelahnya ada perintah yang mesti dijalankan atau ada larangan yang mesti dijauhi.
4. Dalam ayat ini dijelaskan tentang bahaya dan haramnya mengikuti langkah-langkah setan yaitu langkah demi langkah.
5. Langkah setan meliputi maksiat secara umum.
6. Setan biasa menghiasi kebatilan dan kejelekan sehingga terlihat jadi indah.
7. Termasuk nikmat, manusia diingatkan pada hal-hal kejelekan.
8. Jangan ikuti langkah setan berarti kita diperintahkan agar tidak tasyabbuh (menyerupai) musuh Allah. Setan itu adalah musuh Allah.
9. Setan tidak pernah sama sekali memerintahkan kepada kebaikan.
10. Di antara karunia Allah, Allah membersihkan kita dari perbuatan keji dan mungkar bagi siapa yang mau membersihkan diri.
11. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Baca Juga: Kenapa Ada Setan dan Orang Jahat
Enam Langkah Setan dalam Menyesatkan Manusia
Langkah pertama: Diajak pada kekafiran, kesyirikan, serta memusuhi Allah dan Rasul-Nya.
Langkah kedua: Diajak pada amalan yang tidak ada tuntunan.
Langkah ketiga: Diajak pada dosa besar (al-kabair).
Langkah keempat: Diajak dalam dosa kecil (ash-shaghair).
Langkah kelima: Disibukkan dengan perkara mubah (yang sifatnya boleh, tidak ada pahala dan tidak ada sanksi di dalamnya).
Langkah keenam: Disibukkan dalam amalan yang kurang afdhal, padahal ada amalan yang lebih afdhal.
Doa Agar Jiwa Diberikan Ketakwaan dan Senantiasa Dibersihkan
اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِى تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا
ALLOHUMMA AATI NAFSII TAQWAAHA WA ZAKKIHAA, ANTA KHOIRU MAN ZAKKAHAA, ANTA WALIYYUHAA WA MAWLAHAA
“Ya Allah, berilah jiwa ini ketakwaannya, bersihkanlah dia, Engkau adalah sebaik-baik yang membersihkannya. Engkaulah wali dan maula (pelindung)-nya.” (HR. Muslim, no. 2722)
Hanya Allah yang beri taufik dan hidayah untuk baik dan bersihnya jiwa.[ind]
Referensi:
1. At-Tashiil li Ta’wil At-Tanzil – Tafsir Surat An-Nuur. Cetakan kedua, Tahun 1423 H. Syaikh Musthafa bin Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah.
2. Aysar At–Tafasir li Kalam Al-‘Ali Al-Kabir. Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi. Penerbit Darus Salam.
3. Tafsir Al-Jalalain. Cetakan kedua, Tahun 1422 H. Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al-Mahalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abu Bakr As-Suyuthi. Penerbit Darus Salam.
4. Tafsir Al–Qur’an Al-Karim – Surat An-Nuur. Cetakan pertama, Tahun 1436 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Muassasah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
5. Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
sumber: rumaysho.com