ChanelMuslim.com – Pelajaran tentang berteman dari kisah Umar yang menulis surat kepada sahabatnya yang ahli maksiat ini disarikan oleh Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal.
Pertama: Kisah tadi menunjukkan ada orang yang baik-baik kemudian berubah menjadi ahli maksiat.
Namun ingatlah setiap orang dilihat dari akhir hidupnya.
Siapa tahu ahli maksiat tadi bisa bertaubat dan kembali kepada Allah. Bukankah ada yang jadi pembunuh berdarah dingin dan sudah menghabiskan 100 nyawa lantas diterima taubatnya.
Lantas ada yang sebaliknya dilihat saleh dan gagah berani ketika jihad malah dikatakan penduduk neraka. Coba lihat kisah berikut.
Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat ada yang membunuh orang-orang musyrik dan ia merupakan salah seorang prajurit muslimin yang gagah berani.
Namun anehnya beliau malah berujar,
“Siapa yang ingin melihat seorang penduduk neraka, silakan lihat orang ini.” Kontan seseorang menguntitnya, dan terus ia kuntit hingga prajurit tadi terluka dan ia sendiri ingin segera mati (tak kuat menahan sakit, pen.).
Baca Juga: Jabatan Tidak Ada Artinya Bagi Abdullah bin Umar (2)
10 Pelajaran tentang Berteman dari Surat Umar kepada Sahabatnya
Lalu serta merta, ia ambil ujung pedangnya dan ia letakkan di dadanya, lantas ia hunjamkan hingga menembus di antara kedua lengannya.
Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh ada seorang hamba yang menurut pandangan orang banyak mengamalkan amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka.
“Sebaliknya ada seorang hamba yang menurut pandangan orang melakukan amalan-amalan penduduk neraka, namun berakhir dengan menjadi penghuni surga. Sungguh amalan itu dilihat dari akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6493)
Dalam riwayat lain disebutkan,
وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6607)
Kedua: Pentingnya berteman dengan teman yang saleh karena akan selalu diingatkan.
Contoh lainnya pada kisah Salman dan Abu Darda’ berikut ini.
Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut.
Salman pun bertanya padanya,
“Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.”
Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.”
Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali.
Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.”
Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya,
إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ
“Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.“
Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari, no. 1968).
Ketiga: Memberi nasihat bisa dengan menulis surat atau menulis pesan penting.
Keempat: Boleh menulis pesan pada seseorang dengan menyertakan ayat Al-Qur’an.
Kelima: Kita masih boleh mengucapkan salam pada orang fasik–seperti pecandu minuman keras–.
Keenam: Cara untuk membuat yang lain dapat hidayah adalah:
(1) dinasihati,
(2) didoakan supaya dapat hidayah,
(3) melakukan pendekatan yang baik dan penuh hikmah,
(4) yakin hidayah itu kuasa Allah.
Ketujuh: Ahli maksiat tidak selamanya dijauhi, selama kita bisa memberikan warna yang baik padanya tetap boleh bergaul dengannya.
Kedelapan: Bisa jadi ahli maksiat lebih menghayati nasihat bahkan bisa menangis dan bertaubat dengan taubatan nashuha dan punya akhir hidup yang baik.
Kesembilan: Jangan membuat yang lain putus asa dari rahmat Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53) وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (54)
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar: 53-54).
Kesepuluh: Janganlah menjadi kroni atau teman dekat setan untuk menyesatkan saudara kita.
Harusnya yang sesat terus didakwahi dan dirangkul, bukan dibuat bertambah jauh dari jalan yang lurus.[ind]
sumber: rumaysho.com