ChanelMuslim.com – Tafsir Surah Jin yang Menarik untuk Disimak
Cerita tentang hantu sangat beririsan dengan hal ihwal tentang jin. Makhluk Allah yang juga menghuni bumi ini kerap menjadi perhatian tersendiri oleh banyak orang termasuk umat Islam.
Namun sayangnya, informasi-informasi tentang jin kadang diambil dari sumber-sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Di sisi inilah, tidak sedikit umat Islam yang keliru memposisikan jin dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasan berikut ini sedikit mengupas tafsir Alquran dalam Surah Jin ayat 1 hingga 6. Berikut ulasannya…
Baca Juga: Nabi Ibrahim Ibarat Satu Umat, Tafsir An-Nahl 120
Tafsir Surah Jin yang Menarik untuk Disimak
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا
“Katakanlah (wahai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al Qur’an), lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur’an yang menakjubkan“ (QS. Al Jin: 1)
Faidah:
- Ada jin yang mu’min, ada jin yang kafir
- Jin juga mengakui keistimewaan dan keagungan Al Qur’an
- Di dunia jin pun ada dakwah
- Di bacakan Al Qur’an kepada sekelompok jin ini dalam rangka menegakkan hujjah atas mereka
- Dakwah yang haq diantara kaum jin pun berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah
يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا
“(yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami,” (QS. Al Jin: 2)
Faidah:
- Syaikh As Sa’di menuturkan: “Ar Rusyd adalah segala sesuatu yang menuntun manusia kepada maslahat dunia dan akhirat”
- Ar Rusyd (الرشد) dan Al Huda (الهدى) adalah dua istilah yang sama jika digunakan sendirian. Namun jika digunakan dalam satu tempat, Al Hudaartinya ilmu yang benar, lawannya adalah Adh Dhalaal (الضلال), yaitu ilmu yang sesat. Sedangkan Ar Rusyd artinya amal yang benar, lawannya adalah Al Ghayy (الغي), yaitu amal keburukan (Lihat Ighatsatul Lahfaan, 2/168)
- Huruf fa’ pada kata فامنا به menujukkan adanya sebab akibat. Yaitu para jin yang beriman tersebut menegaskan bahwa Al Qur’an adalah sebab mereka menjadi beriman. Inilah cara beragama yang benar, mengimani sesuatu karena dalil, mengamalkan sesuatu karena dalil, bukan karena ikut-ikutan, taqlid buta atau karena kebetulan sesuai dengan apa yang diinginkan.
- Iman yang didasari atas dalil lah yang menjadikannya kokoh, bahkan iman yang kokoh ini membuahkan berbagai macam kebaikan agama lainnya. Sebaliknya iman yang hanya didasari oleh ikut-ikutan atau fanatik buta, adalah iman yang lemah dan tidak akan membuahkan kebaikan bagi kondisi agamanya.
- Islam yang sempurna tidak cukup menetapkan keimanan (al itsbaat) namun juga wajib mengingkari kesyirikan (an nafyu). Inilah potret iman yang kokoh hasil pendidikan Qur’ani.
- Membenci dan menjauhi kesyirikan sudah menjadi konsekuensi keimanan. Namun dalam ayat ini, seolah para jin ingin menyindir kaum musyrikinyang hanya mengaku beriman kepada Allah namun di sisi lain, sambil beribadah kepada Allah mereka juga nyambi beribadah kepada selain Allah alias berbuat syirik.
وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
“dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.” (QS. Al Jin: 3)
Faidah:
- Para jin tersebut mengakui kesempurnaan Dzat Allah, dan mereka seolah membantah para hamba yang mengklaim bahwa Allah memiliki istri dan anak
- Memiliki istri dan anak adalah sifat kekurang-sempurnaan (naqish) karena menunjukkan adanya kebutuhan terhadap entitas lain, padahal Allah adalah Al Ghaniyyu.
وَأَنَّهُ كَانَ يَقُولُ سَفِيهُنَا عَلَى اللَّهِ شَطَطًا
“Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah“ (QS. Al Jin: 4)
Faidah:
- Syaikh As Sa’di berkata: “Syathatha (شططا) maksudnya perkataan yang jauh dari kebenaran dan melampaui batas. Perkataan yang demikian terhadap Allah tentu hanya dikatakan oleh orang-orang bodoh dan kurang akalnya walaupun ia dianggap terhormat atau pandai oleh kaumnya”.
وَأَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَنْ تَقُولَ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى اللَّهِ كَذِبًا
“dan sesungguhnya kami mengira, bahwa manusia dan jin sekali-kali tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Allah“ (QS. Al Jin: 5)
Faidah:
- Syaikh As Sa’di berkata: “Maksudnya, para jin tersebut mengatakan ‘dahulu kami tertipu oleh orang-orang terpandang di kalangan jin dan manusia. Kami berprasangka baik kepada mereka. Kami mengira, mereka tidak mungkin berkata bohong tentang Allah’ “.
- Berkata dusta tentang Allah atau berkeyakinan tentang Allah tanpa dasar adalah hal yang secara naluriah dianggap perkara yang tercela.
- Apa yang terjadi pada para jin itu sungguh terjadi juga pada manusia, sampai di zaman ini. Betapa banyak orang yang dalam beragama hanya taqlid buta kepada tokoh-tokoh, entah disebut kiai, ajengan, sepuh, cendikiawan, ustadz, rois, syaikh, dsb. Mereka menjalani hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam dengan dalih sekedar berprasangka bahwa tokoh-tokoh mereka itu tidak akan salah, tidak akan keliru dan tidak akan berdusta.
- Cara mendakwahi orang yang sudah taqlid buta, adalah dengan mengenalkannya kepada Al Qur’an dan Sunnah. Sebagaimana para jin ini bertaubat dari taqlid buta karena Al Qur’an.
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan“ (QS. Al Jin: 6)
Faidah:
- Meminta bantuan jin adalah perbuatan yang tercela dan dilarang dalam Islam.
- Kata الْجِنِّ di sini dalam bentuk ma’rifah sehingga memberikan makna umum, yaitu semua jenis jin. Sehingga dilarang meminta bantuan kepada jin, baik kepada jin kafir maupun jin muslim, jin fasiq maupun jin muslim yang taat beribadah.
- Syaikh As Sa’di menjelaskan, kata فَزَادُوهُمْ memiliki dua kemungkinan:
- Kemungkinan pertama, fa’ilnya mengacu pada رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ dan هم mengacu pada jin. Artinya perbuatan tersebut menambahkan dosa dan keburukan bagi jin yang dimintai bantuan. Dikarenakan jin tersebut akan menjadi sombong, pongah merasa dirinya hebat dan semakin suka memperdaya manusia.
- Kemungkinan kedua, fa’ilnya mengacu pada رِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ dan هم mengacu pada manusia. Artinya perbuatan tersebut menambahkan dosa dan keburukan bagi manusia yang meminta bantuan. Dikarenakan manusia tersebut beristi’adzah kepada selain Allah dan ia pun akan menjadi orang yang senantiasa was-was dan takut akan gangguan jin sehingga akhirnya selalu ber-isti’adzah kepada jin ketika menemui sesuatu yang membuatnya khawatir. Sebagaimana sebagian orang ketika baru mau masuk lembah saja sudah khawatir dan berkata: “Wahai penunggu lembah lindungi saya dari temanmu yang jahat”.
- Buruk dan tercelanya perbuatan meminta bantuan kepada jin, serta akibat buruk yang ditimbulkan sudah diakui, ditegaskan dan dibenarkan oleh bangsa jin sendiri.
Allahu’alam.
Referensi: Taisir Karimirrahman, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di. (Mh)
—
Penulis: Yulian Purnama
Sumber: https://muslim.or.id/11562-surat-al-jin-1-6-beriman-karena-ilmu-bukan-karena-taqlid-buta.html