SURAT Abasa ayat 1 dan 2 berisi tentang teguran Allah kepada Nabi Muhammad. Saat itu, Rasulullah berwajah masam ketika didatangi oleh seseorang bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Namun, dari teguran ini, terdapat hikmah yang bisa kita ambil.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-A`raf Ayat 46, Seseorang yang Timbangan Kebaikan dan Kejahatannya Seimbang
Surat Abasa Ayat 1 dan 2, Hikmah Teguran Allah kepada Nabi Muhammad
عَبَسَ وَتَوَلّٰىٓۙ
Dia (Nabi Muhammad) berwajah masam dan berpaling. (QS. Abasa: 1)
اَنْ جَاۤءَهُ الْاَعْمٰىۗ
karena seorang tunanetra (Abdullah bin Ummi Maktum) telah datang kepadanya. (QS. Abasa: 2)
Dijelaskan dalam tafsir Tahlili, pada permulaan Surah ‘Abasa ini, Allah menegur Nabi Muhammad yang bermuka masam dan berpaling dari ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm yang buta, ketika sahabat ini menyela pembicaraan Nabi dengan beberapa tokoh Quraisy.
Saat itu, ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm bertanya dan meminta Nabi untuk membacakan dan mengajarkan beberapa wahyu yang telah diterima Nabi.
Permintaan itu diulanginya beberapa kali karena ia tidak tahu Nabi sedang sibuk menghadapi beberapa pembesar Quraisy.
Sebetulnya Nabi sesuai dengan skala prioritas sedang menghadapi tokoh-tokoh penting yang diharapkan dapat masuk Islam karena hal ini akan mempunyai pengaruh besar pada perkembangan dakwah selanjutnya.
Maka, adalah manusiawi jika Nabi tidak memperhatikan pertanyaan ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm, apalagi telah ada porsi waktu yang telah disediakan untuk pembicaraan Nabi dengan para sahabat.
Namun, Nabi Muhammad sebagai manusia terbaik dan contoh teladan utama bagi setiap orang mukmin (uswah ḥasanah), maka Nabi tidak boleh membeda-bedakan derajat manusia.
Dalam menetapkan skala prioritas juga harus lebih memberi perhatian kepada orang kecil apalagi memiliki kelemahan seperti ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm yang buta dan tidak dapat melihat.
Maka, seharusnya Nabi lebih mendahulukan pembicaraan dengan ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm daripada dengan para tokoh Quraisy.
Dalam peristiwa ini Nabi tidak mengatakan sepatah katapun kepada ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm yang menyebabkan hatinya terluka, tetapi Allah melihat raut muka Nabi Muhammad yang masam itu dan tidak mengindahakan Ummi Maktūm yang menyebabkan dia tersinggung.
Hikmah adanya teguran Allah kepada Nabi Muhammad juga memberi bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Nabi, tetapi betul-betul firman Allah.
Teguran yang sangat keras ini tidak mungkin dikarang sendiri oleh Nabi. Abdullāh bin Ummi Maktūm adalah seorang yang bersih dan cerdas.
Apabila mendengarkan hikmah, ia dapat memeliharanya dan membersihkan diri dari kebusukan kemusyrikan. Adapun para pembesar Quraisy itu sebagian besar adalah orang-orang yang kaya dan angkuh sehingga tidak sepatutnya Nabi terlalu serius menghadapi mereka untuk diislamkan.
Tugas Nabi hanya sekadar menyampaikan risalah dan persoalan hidayah semata-mata berada di bawah kekuasaan Allah.
Kekuatan manusia itu harus dipandang dari segi kecerdasan pikiran dan keteguhan hatinya serta kesediaan untuk menerima dan melaksanakan kebenaran.
Adapun harta, kedudukan, dan pengaruh kepemimpinan bersifat tidak tetap, suatu ketika ada dan pada saat yang lain hilang sehingga tidak bisa diandalkan.
Nabi sendiri setelah ayat ini turun selalu menghormati ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm dan sering memuliakannya melalui sabda beliau, “Selamat datang kepada orang yang menyebabkan aku ditegur oleh Allah. Apakah engkau mempunyai keperluan?”
[Cms]