BOLEHKAH kita menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dengan penemuan sains kontemporer?
Berikut ini penjelasan dari Farid Nu’man Hasan:
Tafsir ada dua macam:
1. Tafsir bil Ma’tsur, yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, jika tidak maka dengan hadis, jika tidak maka dengan penjelasan para sahabat nabi. Inilah metode yang terbaik.
2. Tafsir bir Ra’yi, yaitu tafsir dengan rasio atau akal.
Ini ada dua macam, ada yang diperbolehkan, yaitu jika sesuai kaidah bahasa Arab, tidak sampai keluar dari cakupan makna kata atau ayat tersebut, maka tidak masalah tafsir bir ra’yi yang seperti ini.
Baca Juga: Saat Kamu Merasa Berat Membaca Al-Quran, Baca Renungan Ini
Menafsirkan Ayat Al-Quran dengan Penemuan Sains Kontemporer
Imam al Ghazali berkata:
إنَّ المأثور من التفسير بالسنة قليل لا يشمل القرآن كله، ويذكر أن ما يؤثر عن الصحابة في التفسير إنما هو رأيهم، وعلينا أن نتبعهم بإحسان، فنجتهد في تفسير القرآن مثل اجتهادهم من غير معارضة، ولا مناقضة ثم إنَّ الصحابة فيما بينهم قد اختلفوا، وكذلك التابعون من بعدهم، واختلافهم دليل على أن بعض هذه الأقوال بالرأي لا محالة
“Sesungguhnya menjelaskan Al-Qur’an dengan atsar, dan mengambilnya dari sunnah itu sedikit, dan tidak mencakupi semua ayat Al-Qur’an. Disebutkan bahwa apa yang dijelaskan oleh para sahabat nabi tentang tafsir ayat itu adalah berasal dari pemikiran mereka.
Maka kita mengikuti mereka dengan baik. Kita pun berijtihad dalam tafsir sebagaimana mereka melakukannya, dengan tanpa melakukan hal-hal yang kontradiksi dan bertentangan dengan kebenaran.
Para sahabat nabi telah berbeda pendapat, para tabi’in juga, perselisihan itu menunjukkan bahwa tafsir mereka pun juga menggunakan akal (ra’yu/pendapat).
(Syaikh Abu Zahrah, Al Mu’jizah al Kubra, Hal. 407)
Jenis kedua adalah yang tercela, yaitu jika semata-mata akal, tanpa melihat kaidah bahasa Arab, cenderung karena hawa nafsu, dan fanatik terhadap madzhab pemikiran, sampai keluar dari maksud ayat, maka ini tercela.
Syaikh Abu Zahrah Rahimahullah mengatakan:
فهذا بلا ريب تفسير بالرأي مذموم، ويكون من المنهي عنه؛ لأنَّ القرآن الكريم فوق الآراء والمذاهب، وليس خاضعًا لها
“Maka, yang seperti ini tanpa ragu lagi adalah jenis tafsir bir ra’yi yang tercela, dan terlarang. Sebab posisi Al Quran itu di atas pemikiran, dan pendapat-pendapat, bukan di bawahnya.” (Al Mu’jizah al Kubra, Hal. 408)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
ﻭﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﻓﻲ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﺑﺮﺃﻳﻪ ﻓﻠﻴﺘﺒﻮﺃ ﻣﻘﻌﺪﻩ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺭ
“Siapa yang membicarakan Al-Qur’an semata-mata dengan akalnya maka disediakan baginya kursi di neraka.” (HR. At Tirmidzi no. 2951, hasan)
Maka, menafsirkan Al-Qur’an dengan cara mencocok-cocokannya dengan penemuan sains modern, ini cara yang berbahaya. Sebab, dikhawatirkan akan keluar dari makna sesungguhnya dan takalluf (maksain).
Ditambah lagi sains itu berkembang, jika suatu saat teori sains itu sama dengan Al-Qur’an maka manusia memujinya, ketika suatu saat dia ternyata berubah maka manusia mencelanya, Al Quran jadi terdakwa dan dianggap usang.
Kami lihat yang lebih tepat, kaitan antara Al-Qur’an dan Sains, adalah Al-Qur’an memuat inspirasi dan isyarat sains. Ini benar. Isyarat-isyarat sains dalam Al-Qur’an begitu banyak seperti tentang proses penciptaan jagat raya, proses terciptanya manusia, dan lainnya.
Sebagaimana Al-Qur’an juga bermuatan sejarah, akhlak, hukum-hukum, dan lainnya. Tapi, Al-Qur’an bukan semata-mata kitab sejarah, bukan semata-mata kitab akhlak, dan bukan pula semata-mata kitab hukum dan sains, tapi Al-Qur’an adalah tibyanan likulli syai’ (menjelaskan segala hal).
Demikian.
Wallahu a’lam.