ChanelMuslim.com – Jika umur dipanjangkan dalam ketaatan ditulis oleh Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal. Bagaimana jika umur kita dipanjangkan?
Surat Yasin berikut mengingatkan kita untuk memanfaatkan umur dengan baik.
وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنَا عَلَى أَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَأَنَّى يُبْصِرُونَ (66) وَلَوْ نَشَاءُ لَمَسَخْنَاهُمْ عَلَى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوا مُضِيًّا وَلَا يَرْجِعُونَ (67) وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ أَفَلَا يَعْقِلُونَ (68
“Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan, maka betapakah mereka dapat melihat(nya).
Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami ubah mereka di tempat mereka berada; maka mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali.
Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?” (QS. Yasin: 66-68)
Baca Juga: Ketahuilah, Maksiat Dapat Mengurangi Umur
Faedah Ayat Jika Umur Dipanjangkan dalam Ketaatan
1. Pengertian pertama dari ayat 66, seandainya Allah mau, Allah akan berikan hukuman di dunia dengan segera, mereka akan dibutakan mata sehingga tidak bisa menempuh jalan menuju surga.
2. Pengertian kedua dari ayat 66, seandainya Allah mau, Allah akan membuat mereka sesat dari petunjuk dan membuat mereka buta dari kebenaran.
Mereka bisa melihat kebenaran, namun sudah dibutakan dari petunjuk tersebut.
3. Kalau ia pun tidak bisa berjalan, tentu tidak bisa maju dan mundur, tidak bisa ia selamat dari siksa Allah.
4.Tidak ada yang bisa selamat ketika melewat shirath (pada hari kiamat) kecuali jika memiliki modal iman.
5. Allah memiliki masyiah, punya kehendak.
6. Ayat ke-67, menunjukkan sempurnanya qudrah (kemampuan) Allah.
7. Allah mampu membuat seseorang hanya tetap di tempatnya, tidak bisa pergi dan tidak bisa kembali.
8. Ketika manusia itu dipanjangkan umurnya, maka ia dikembalikan lagi dalam keadaan lemah setelah sebelumnya dalam keadaan kuat.
Faedah ini sama maksudnya dengan ayat,
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar-Ruum: 54)
9. Kalau tahu bahwa kita akan kembali dalam keadaan tua yang lemah, berarti masa kuat di waktu muda gunakanlah dengan baik untuk beramal shalih.
10. Kalimat “afalaa ya’qiluun” adalah kalimat peringatan untuk mereka yang mendustakan.
11. Ayat ke-68 mendorong kita menjadi orang yang mau berpikir.
12. Akal yang dimaksudkan di sini bukanlah kecerdasan. Karena ada orang yang cerdas namun tidak mau berpikir.
Baca Juga: Kita akan Ditanya Umur Kita Dihabiskan untuk Apa
Manusia Paling Baik, Panjang Umur dan Bagus Amalnya
Dari ‘Abdullah bin Busr, ada seorang Arab Badui bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, siapakah manusia yang paling baik. Jawaban Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ
“(Yang paling baik adalah) yang panjang umur dan baik pula amalnya.” (HR. Tirmidzi, no. 2329; Ahmad, 4:190. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Jangan Malah Sudah Tua, Pikirannya Hanyalah Harta
Dalam hadits disebutkan,
قَلْبُ الشَّيْخِ شَابٌّ عَلَى حُبِّ اثْنَتَيْنِ حُبِّ الْعَيْشِ وَالْمَالِ
“Masih ada yang sudah berumur memiliki hati seperti anak muda yaitu mencintai dua hal: cinta berumur panjang (panjang angan-angan) dan cinta harta.” (HR. Muslim, no. 1046)
Dalam riwayat lain disebutkan,
يَهْرَمُ ابْنُ آدَمَ وَتَشِبُّ مِنْهُ اثْنَتَانِ الْحِرْصُ عَلَى الْمَالِ وَالْحِرْصُ عَلَى الْعُمُرِ
“Ada yang sudah tua dari usia, namun masih bernafsu seperti anak muda yaitu dalam dua hal: tamak pada harta dan terus panjang angan-angan (ingin terus hidup lama).” (HR. Muslim, no. 1047).[ind]
Referensi:
1. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Abu Ishaq Al-Huwaini. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 6:352.
2. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat Yasin. Cetakan kedua, Tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya.
3. Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. Hlm. 739.
Sumber: Rumaysho.com