BAHAGIA ketika melihat orang lain senang merupakan salah satu ciri keimanan. Ketika ada saudara kita yang mendapatkan kebaikan, kita turut senang sebagaimana kebaikan itu seolah-olah untuk diri kita sendiri.
Baca Juga: Shalat adalah Penyebab Kebahagiaan
Bahagia ketika Melihat Orang lain Senang
Tentunya, hal ini terdengar biasa saja, tetapi sulit dalam penerapannya.
Hanya hati yang tulus serta taat kepada Allah yang bisa memunculkan kebahagiaan itu.
Oleh sebab itu, hal ini menjadi pengingat bagi kita agar menjauhi penyebab-penyebab munculnya sifat iri, dengki, dan semacamnya.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ أَوْ قَالَ لِجَارِهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsannaa dan Ibnu Basysyaar keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far (ia berkata) telah menceritakan kepada kami Syu’bah ia berkata saya mendengar Qotadah menyampaikan hadits dari Anas bin Malik dari Nabi shollallaahu alaihi wasallam beliau bersabda:
Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga ia suka (kebaikan) menimpa saudaranya (atau Nabi menyatakan) menimpa tetangganya sebagaimana ia suka (kebaikan) itu terjadi pada dirinya.
Catatan Penerjemah:
Maksud kata, “tidaklah beriman” dalam hadits ini artinya tidak beriman dengan iman yang sempurna (Mirqootul Mafaatiih syarh Misykaatil Mashobiih (14/251)).
Hadits ini merupakan timbangan dalam berinteraksi/ bergaul dengan muslim lain atau tetangga kita.
Sebelum kita berbicara atau melakukan suatu hal kepada orang lain, pikirkan terlebih dahulu: apakah kita senang jika kita diperlakukan demikian?
Jika ya, lakukanlah. Jika tidak, tahanlah. Itu adalah bagian dari bentuk kesempurnaan iman.
Dalam hadits yang lain Nabi shollallahu alaihi wasallam menyatakan:
…فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنْ النَّارِ وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْه…
Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari anNaar dan dimasukkan ke dalam al-Jannah (Surga), maka hendaknya saat datang kematiannya ia beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaknya ia memperlakukan manusia sebagaimana ia suka diperlakukan demikian. (H.R Muslim).
[Cms]
(Disarikan dari penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin dalam ta’liq ala Shahih Muslim).
Dikutip dari Buku “Terjemah Shahih MUSLIM (Abul-Husain Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburi Rahimahullah)”. Jilid 1
Ustaz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah
http://telegram.me/alistiqomah