Kasus penembakan Brigadir J masih menyisakan seribu satu misteri. Padahal, peristiwa hukumnya dinilai sangat sederhana.
Hingga hari kedua puluh lima ini, kasus penembakan seorang brigadir polisi berinisial J masih menyimpan banyak misteri. Padahal, kasusnya dinilai banyak pihak sangat sederhana.
Hingga saat ini, yang masih tetap sebagai fakta hanya kematian brigadir J. Sementara yang lainnya dinilai masih sebagai opini karena publik belum melihat barang bukti.
Misalnya, milik siapakah sebenarnya senjata yang dipakai untuk menembak korban, siapa saja saksi dalam peristiwa itu, dan satu lagi: siapa tersangkanya.
Padahal selama ini, polisi dikenal begitu cekatan dalam menangani kasus jelimet. Dan hal ini merupakan presatasi tersendiri untuk kepolisian kita.
Namun ketika ada keterkaitan dengan ‘orang-orang tertentu’, keadaannya menjadi berbeda. Seolah proses hukum bisa dibelokkan kesana kemari.
Publik masih ingat dengan kasus Harun Masiku yang hingga kini masih misteri. Begitu pun dengan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, termasuk peristiwa penembakan di kilometer 50 yang pernah heboh.
Kalau hal ini terus berlangsung dalam kasus lainnya, maka tidak tertutup kemungkinan akan terjadi keruntuhan wibawa penegak hukum kita.
Hal ini boleh jadi akan memunculkan ekses yang tidak diinginkan semua pihak. Seperti, rakyat akan main hukum sendiri, krisis kepercayaan terhadap penegakan hukum, dan lainnya.
Orang selama ini selalu menyuarakan agar hukum jangan tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Karena di mata hukum, semua orang punya kedudukan yang sama.
Rakyat begitu mengidam-idamkan penegakan hukum yang berkeadilan. Hukum yang dihormati semua pihak. Bukan sekadar hukum yang ditakuti oleh rakyat bawah.
Semua pihak tentu tidak menginginkan bahwa kasus tewasnya Brigadir J menjadi fenomena gunung es dari carut-marutnya penegakan hukum kita. [Mh]