Pemilihan kata di dalam Al-Qur’an memiliki alasan khusus, dalam hal ini pada surah Ali-Imran ayat 133 kita diperintakan untuk bersegera atau cepat kepada ampunan dari Allah:
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
Dalam bahasa arab, setidaknya ada dua kata yang menunjukkan arti bersegera atau cepat, yaitu السرعة (As-Sur’ah) dan العجلة (Al-‘Ajalah)
As-Sur’ah berarti bersegera untuk sesuatu yang sudah seharusnya, jika tidak, maka akan menimbulkan dampak yang buruk untuk kedepannya. Bersegera dalam konteks ini bernilai baik, lawannya adalah Al-Ibtha’ (الإبطاء) yang berarti lamban.
Sedangkan Al-‘Ajalah berarti bersegera untuk sesuatu yang tidak seharunya atau terburu-buru, lawannya adalah At-Taanni (التأني) yaitu kehati-hatian.
Baca Juga: Ali-Imran 139: Jangan Pesimis, Kamu Pasti Bisa
Ali-Imran 133, Alasan Kita Harus Bersegera Menuju Kebaikan
Dengan demikian bersegera pada ayat di atas adalah perilaku yang positif.
Ini mengajarkan pada kita untuk memahami situasi, mana yang harus kita lakukan segera dan mana yang harus kita pertimbangkan dengan hati-hati agar tercapai suatu kebaikan.
Allah memerintahkan kita untuk bersegera pada kebaikan karena kita tidak tahu kapan waktu kita di dunia ini berakhir.
Ada sebuah ungkapan yang serupa dengan pernyataan diatas, “Beramalah untuk kehidupan duniamu seolah-olah kamu hidup selamanya dan beramalah untuk kehidupan akhiratmu seolah-olah kamu akan meninggal esok hari.”
Itu artinya kita harus selalu mendahulukan kepentingan beramal untuk akhirat. Inilah prioritas kebaikan yang harus segera kita lakukan.
Pada ayat di atas kita diperintahkan untuk bersegera kepada dua hal, sebagaimana dalam Tafsir Asy-Sya’rawi:
Pertama, bersegera pada ampunan Allah atau bertaubat. Semakin cepat kita bertaubat maka semakin baik. Tidak ada pertimbangan apapun yang menghalangi kita untuk segera bertaubat. Kita tidak tahu kapan ajal menemui kita.
Kedua, bersegera menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Allah menggunakan kata ‘Ardu (ha) (عَرْضُهَا) yang artinya lebar. Dalam satuan ukuran ada panjang dan ada lebar.
Jika panjang dan lebar sama ukurannya maka dia disebut persegi. Jika lebar lebih kecil dari panjang disebut persegi panjang.
Lalu pada ayat di atas Allah menyebut luas surga atau dalam hal ini lebarnya seperti antara langit dan bumi. Ini lebih dari apa yang bisa kita lihat dan jangkau.
Jika lebarnya disebutkan oleh Allah maka berapakah panjangnya? Inilah yang tidak kita ketahui karena diluar batas perhitungan manusia.
Nabi shallahu’alaihi wa sallam bersabdah, “Langit dan bumi serta apa yang ada di dalamnya hanyalah (ibarat) sebuah cincin yang dilemparkan pemiliknya ke padang padang pasir.” Dan pemilik tersebut adalah Allah.
Lalu dari ke dua hal di atas, apa alasan kita untuk menunda? Adakah alasan syar’i untuk menundanya?