ChanelMuslim.com – Menjadi aktivis masjid atau aktivis keislaman apapun tidaklah mudah, kita sering diuji dengan niat-niat yang beragam yang tentunya berusaha mengalihkan niat kita yang sesungguhnya. Seperti pada Catatan Harian Renee berikut ini:
Saya baru kembali dari masjid ke kamar asrama saya pada Sabtu malam, terguncang dan sedih. Aku melirik jam. Itu tiga menit setelah sepuluh. Kemana perginya waktu?
Perlahan aku menutup mata, berharap bisa mencerna segalanya dengan lebih baik. Aku membiarkan kegiatan di siang, sore, dan malam menyibukkan pikiranku. Aku berharap bisa menganalisis alasan kegelisahan tentang iman saya.
Virus Cinta Muda-Mudi Aktivis Masjid (1)
Aku menyimpulkan, ini karenah puisi Yusuf yang paling memengaruhi saya. Ketika aku mengingat monolognya, aku merasakan badai emosi yang tidak bisa aku beri nama. Aku hanya bisa memikirkan lirik lagu yang aku putar berulang kali ketika ibu dan ayah tidak ada di rumah.
Bertahun-tahun kemudian, aku mengetahui bahwa ini adalah kata-kata dari lagu “Killing Me Softly” Lauryn Hill yang aku dengar dari stereo kakak, meskipun aku tidak tahu lagu siapa ini awalnya. Tetapi, pada saat itu, itu tidak masalah. Aku tidak peduli.
Yang aku tahu adalah bahwa ini adalah satu-satunya kata yang bisa memberi nama pada emosi yang aku rasakan ketika pemuda yang saya lihat di acara “Tanya Tentang Islam” berdiri di atas panggung di lantai dasar sebuah masjid. Aku tidak dapat mengingat namanya padahal panitia telah memperkenalkannya sesaat sebelum dia melakukan pertunjukan.
Secara alami, dia bukan satu-satunya pemain. Tetapi dia adalah satu-satunya yang aku ingat dengan begitu jelas.
Beberapa minggu kemudian, ketika aku menghadiri acara Muslim lainnya dengan Sumayyah, temanku, aku terkejut mengetahui bahwa Yusuf adalah salah satu yang akan tampil.
Ketika waktu untuk penampilannya semakin dekat, aku terkejut, tiba-tiba kursi menjadi penuh. Aku terkesan. Rupanya, dia terkenal di daerah itu. Aku berterima kasih kepada Sumayyah karena memesan kursi kami sejak dini.
Aku terdiam pada saat Yusuf akhirnya melangkah ke atas panggung. Aku nyaris tidak melihat ketiga lelaki yang duduk di belakangnya dan yang di tengah memegang drum kecil.
Tetapi setelah Yusuf memegang mikrofon, suara mereka menyatu dalam nada harmonis di atas ketukan lembut drum, mengingatkanku pada musik asli dari Afrika Selatan. Yusuf mengenakan gamis lelaki warna putih. Ketika angin bertiup kecil, mengungkapkan bentuk atletiknya di bawah kain tipis.
Aku tersinggung karena Sumayyah berpikir aku ingin menikah dengannya. Itu adalah hal terjauh yang bisa aku pikirkan. Aku hanya ingin berbicara dengannya di telepon dan mengenalnya lebih baik. Tetapi aku tidak bisa melepaskan diri dari rasa sakit dalam hati ketika menyadari bahwa aku bahkan tidak memiliki kesempatan untuk menarik perhatiannya.
Bersambung… [My/aboutislam.net]