oleh: Zelfia Amran (Humas Muslimah Wahdah Islamiyah)
ChanelMuslim.com – Covid-19 sudah memasuki bulan kelima, Juli 2020. Di manakah akhir dari babak pandemi ini? Masyarakat terus bertanya-tanya, setelah Pemerintah hiruk-pikuk dengan komunikasi publik disiplin protokol kesehatan. Mengapa angka konfirmasi positif tak pernah parkir dinilai rendah justru ketika perang semesta melawan Covid-19 ini terus digelar?
Ditambah lagi, bencana alam seperti banjir dan longsor juga terjadi di berbagai daerah, dari Sulawesi Barat, Aceh, Bogor, Lebak-Banten dan lainnya di Indonesia. Terakhir, banjir bandang menerjang di Kabupaten Luwu Utara-Sulawesi Selatan pada Senin (13/7), pukul 19.00 waktu setempat. Lebih dari empat ribu keluarga terdampak akibat kejadian tersebut, ribuan rumah terendam. Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BNPB memonitor sebanyak 4.930 keluarga terdampak di enam kecamatan di Kabupaten Luwu Utara yakni Kecamatan Masamba, Sabbang, Baebunta, Baebunta Selatan, Malangke dan Malangke Barat. Mereka yang menjadi korban bencana ada yang kehilangan rumah, ada yang harus mengungsi di tengah seruan berdiam diri di rumah, jaga jarak, guna memutus penyebaran virus Covid-19.
Kondisi yang tengah dihadapi umat hari ini persis sebagaimana yang diingatkan Allah subahanhu wata’ala “Sungguh akan Kami uji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan serta kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Karena itu gembirakanlah orang-orang yang sabar.” (QS al-Baqarah: 155).
Empati dan Kasih Sayang
Rasulullah shalallahu alaihi wasalam menegaskan, “Perumpamaan seorang Mukmin bagaikan pohon yang selalu diterpa angin yang menggungcangkan dirinya. Seorang Mukmin akan senantiasa ditimpa dengan ujian.” (HR Muttafaq ‘alaih).
Maka musibah yang menimpa sebagian saudara seiman sepantasnya memunculkan ukhuwah, rasa kasih sayang dan jiwa tolong-menolong pada sebagian muslim yang lainnya. Demikianlah yang diperintahkan oleh Allah dan menjadi ciri setiap hamba yang ingin menjadi umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam. Begitu pentingnya kasih sayang kepada sesama Muslim sampai Nabi shallahu ‘alaihi wasalam mengingatkan bahwa tanpa kasih sayang, maka tak sempurnalah keimanan seorang Mukmin. “Tidaklah sempurna iman seseorang dari kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” (HR al-Bukhari).
Wujud kecintaan pada sesama muslim adalah dengan memberikan perhatian, bantuan dan doa. Memberikan bantuan dan perhatian pada sesama Muslim memiliki kemuliaan amat besar di hadapan Allah Subhanahu wata’ala. Nabi Shalallahu ‘alahi wasalam bersabda:
“Orang yang paling Allah cintai adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. Amalan yang paling Allah cintai adalah membahagiakan orang Muslim, mengangkat kesusahan dari dirinya, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya lebih aku cintai daripada beritikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) selama sebulan penuh.” (HR ath-Thabarani).
Amal-amal yang disebutkan dalam hadis di atas adalah amal yang amat dinanti oleh banyak Muslim pada masa ini. Betapa banyak Muslim yang berduka karena musibah ini. Mereka ditimpa kesusahan, kelaparan dan utang yang sulit dibayar karena kehilangan pendapatan. Dalam kondisi semacam ini, kita diingatkan oleh sabda Nabi shallahu alaihi wasalam:
“Siapa saja yang menghilangkan kesusahan dunia dari seorang Mukmin, pasti Allah menghilangkan dari dia kesusahan pada Hari Kiamat. Siapa saja yang memudahkan urusan orang yang kesulitan (khususnya dalam masalah hutang), pasti Allah ‘Azza wa Jalla memudahkan bagi dia (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Siapa saja yang menutupi aib seorang Muslim, pasti Allah menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR Muslim).
Umat Muhammad, bukanlah umat yang egois, yang mementingkan diri sendiri tanpa peduli pada sesama. Hati seorang Muslim seharusnya terus tergerak untuk menolong saudaranya yang kesusahan. Namun demikian, pihak yang paling bertanggung jawab atas kehidupan rakyat tentu adalah para Pemimpin. Mereka harus bekerja keras bukan saja menanggulangi bencana wabah penyakit, tetapi juga menjamin kebutuhan hidup masyarakat.
Negara harus mengutamakan keselamatan jiwa rakyat ketimbang berbagai program pembangunan, apalagi investasi asing. Inilah yang diingatkan Nabi shalallahu ‘alaihihi wasalam dalam sabdanya: “Pemimpin masyarakat adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR Muslim).
Semoga Allah subhanahu wata’ala segera mengangkat wabah ini dari negeri-negeri kaum Muslim, menyelamatkan umat Muhammad shallahu ‘alaihi wasalam.[ind]