ChanelMuslim.com-Perubahan melamar zaman sekarang sudah banyak perubahan. salah satunya dilakukan dilakukan dengan mengkhitbah atau melamar muslimah melalui Via media chatting. Lalu bagaimana hukumnya.?
Baca Juga: Hukum Menikah pada Masa Iddah
Hukum Melamar Via Chatting
Menurut Ustad M Shiddiq Al Jawi, mengkhitbah atau melamar lewat melalui chatting dibolehkan.
Mengkhitbah lewat tulisan atau kitabah disebutkan secara syar’i adalah sama dengan khitbah lewat ucapan.
Kaidah fikih menyatakan :
اَلْكِتَابَةُ كَالْخِطَابِ
“Al-Kitabah ka al-khithab.” (tulisan itu kedudukannya sama dengan ucapan/lisan). (Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, 2/860).
Kaidah itu berarti bahwa suatu pernyataan, akad, perjanjian, dan semisalnya, yang berbentuk tulisan (kitabah) kekuatan hukumnya sama dengan apa yang diucapkan dengan lisan (khithab).
Penerapan kaidah fikih tersebut di masa modern ini banyak sekali. Misalnya surat kwitansi, cek, dokumen akad, surat perjanjian, dan sebagainya.
Termasuk juga “bukti atau dokumen tertulis” (al-bayyinah al-khaththiyah) yang dibicarakan dalam Hukum Acara Islam, sebagai bukti yang sah dalam peradilan.
Dalil kaidah fikih tersebut, antara lain adanya irsyad (petunjuk) Allah Subhanahu wa Ta’alaa agar melakukan pencatatan dalam muamalah yang tidak tunai (dalam utang piutang) (QS Al-Baqarah [2] : 282).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya.
Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.
Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS Al-Baqarah : 282)
Demikian pula dalam dakwahnya, selain menggunakan lisan, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam juga terbukti telah menggunakan surat. (Kholid Sayyid Ali,Surat-Surat Nabi Muhammad, Jakarta : GIP, 2000). Ini menunjukkan bahwa tulisan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan lisan.
Jadi, seorang ikhwan (pria) boleh hukumnya melamar atau mengkhitbah seorang akhwat (wanita) lewat chatting berdasarkan kaidah fikih tersebut.
Baca Juga: Proses Khitbah dalam Islam
Syarat wanita yang boleh dilamar/khitbah
Namun demikian, disyaratkan akhwat yang dikhitbah itu secara syar’i memang boleh dikhitbah. Yaitu perempuan tersebut haruslah:
Bukan perempuan yang haram untuk dinikahi.
Bukan perempuan yang sedang menjalani masa ‘iddah.
Dan bukan perempuan yang sudah dikhitbah oleh laki-laki lain dan diterima oleh akhwat itu.
Adapun mengenai batas waktu khitbah, yaitu jarak waktu khitbah dan nikah, sejauh pengetahuan kami, tidak ada satu nashpun baik dalam Al-Qur`an maupun As-Sunnah yang menetapkannya. Baik tempo minimal maupun maksimal.
Dengan demikian, boleh saja jarak waktu antara khitbah dan nikah hanya beberapa saat, katakanlah beberapa menit saja. Boleh pula jarak waktunya sampai hitungan bulan atau tahun.
Semuanya dibolehkan, selama jarak waktu tersebut disepakati pihak laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda :
“Dan kaum muslimin [bermu’amalah] sesuai syarat-syarat di antara mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau yang menghalalkan yang haram.” (HR Abu Dawud no 3594 & Tirmidzi no 1363). (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, 3/59).
Ustad M Shiddiq mengatakan, bahwa semakin cepat menikah adalah semakin baik.
Sebab jarak yang lama antara khitbah dan nikah dapat menimbulkan keraguan mengenai keseriusan kedua pihak yang akan menikah.
Juga keraguan apakah keduanya dapat terus menjaga diri dari kemaksiatan seperti khalwat dan sebagainya.
Keraguan semacam ini sudah sepatutnya dihilangkan, sesuai sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam:
دَعْ مَا يُرِيْبُكَ إِلىَ مَا لاَ يُرِيْبُكَ
“Tinggalkan apa yang meragukanmu, menuju apa yang tidak meragukanmu.” (HR Tirmidzi no 2637 & Ahmad).
Sahabat Muslim itulah ulasan dibolehkan mengkhitbah lewat tulisan berdasarkan hukum syar’i dan ketentuannya.
Yang tidak kalah penting adalah sikap para akhwat/wanita sendiri harus tegas dan hati-hati.
Ini bukan saatnya main-main. Jangan pernah beri peluang kalau tidak yakin benar akan keseriusan lelaki itu. [Ind/Walidah]
Wallahu a’lam.