TANTANGAN pengasuhan akhir zaman itu mencakup dua hal, yaitu matinya daya fikir anak dan sumber penafkahan anak yang bersumber dari yang haram.
Ustaz Bendry Jaisyurahman yang juga seorang Konselor menjelaskan bahwa kedua hal itu yang menjadi tantangan terbesar bagi para orangtua masa kini.
“Dalam parenting, orangtua menjadi sentra perilaku anak. Tapi banyak orangtua tertipu mengatakan anaknya taat hanya karena anak mengatakan ‘terserah’,” jelas Ustaz Bendry dalam Kajian Muslimah Parent Jakarta Islamic School (JISc), Kodam, Jakarta Timur, Kamis (14/9/2023).
Ciri khas generasi akhir zaman adalah ima’ah yaitu generasi yang ikut-ikutan. Apapun yang ditawarkan kepada anak-anak, mereka akan menjawab, “terserah”.
“Banyak orangtua tertipu, anaknya taat banget, padahal bisa jadi, terserahnya mereka itu merupakan tanda matinya daya fikir,” tambah Ustaz Bendry.
Matinya daya fikir ini disebut thinking shock atau lazy mind. Bahayanya, menurut Ustaz Bendry, anak-anak tidak bisa menolak jika diajak kepada hal buruk.
“Bahayanya itu, anak tidak punya daya pikir. Makanya, FOMO, takut ketinggalan yang lain, ini adalah khas generasi ima’ah,” urai Ustaz Bendry.
Tidak semua anak suka KPOP karena mereka suka, tapi karena FOMO. Tak heran, lanjut Ustaz Bendry, ada anak yang bersekolah di sekolah Islam tetapi cara berpikirnya tidak Islami.
“Ima’ah itu tantangan anak hari ini, cenderung mengekor. Casing sekolah Islam tapi cara berpikir enggak Islami, bahkan ada yang setuju gagasan Child Free,” lanjutnya.
Baca juga: 5 Cara Disiplin Positif dalam Pengasuhan Anak
Ustaz Bendry Jelaskan Tantangan Pengasuhan Anak Akhir Zaman
Lagi-lagi, orangtua berperan dalam pengasuhan anak, yaitu mengasah thinking skill.
“Nah dalam mengasah daya fikir ini, keterlibatan ayah mutlak. Ibu-ibu bisa, tapi enggak secanggih ayah yang memiliki kelebihan logika,” jelasnya.
Kenapa laki-laki disebut adz dzakar? Asal katanya dari dzakaro yang bermakna makhluk berpikir dengan kelebihan logika di atas perempuan.
“Maka ketidakhadiran ayah bagi anak laki-laki atau anak perempuan akan mengakibatkan matinya daya fikir bagi anak,” terangnya.
Selain ima’ah, hal lain yang perlu orangtua waspadai adalah kepercayaan diri yang bukan pada tempatnya.
“Percaya diri itu awalnya dari PA, yaitu Percaya Allah. Tanpa PA, percaya diri hanya akan menjadi kesombongan atau ganjen,” lanjut Ustaz Bendry.
Ya, sebagian orangtua salah paham tentang percaya diri.
Anak yang berani tampil di atas panggung atau bahkan pandai bergaul dengan teman baik sesama jenis maupun lawan jenis dianggap sebagai anak yang percaya diri.
Namun, percaya diri bisa menjadi kesombongan apabila tidak dilandasi oleh keimanan kepada Allah Subhanahu wa taala.
Percaya diri juga bisa menjadi keganjenan ketika anak perempuan tampil membuka aurat di panggung atau bergaul tanpa batasan dengan teman laki-laki.
“Percaya diri dalam Islam itu menjaga izzah. Kalau salah ilmu, malah jadi sombong atau ganjen,” jelas Ustaz Bendry.
Para Ulama mengajarkan bahwa kepercayaan diri berasal dari doa yang diajarkan para Nabi, yaitu ketika kesusahan, manusia disuruh meminta kekuatan kepada Allah Subhanahu wa taala.
“Ya Allah, mampukan Yaa Allah. Jadi Allah yang memberikan kekuatan dan kepercayaan diri kepada kita,” lanjutnya.
Nabi Yunus alahis salam ketika berada di dalam perut ikan paus, ia tidak mengatakan, “Ya, aku pasti bisa keluar dari sini,” tetapi ia berdoa “Laa ilaaha ilaa anta, subhanaka inni kuntu minazh zhoolimin.”
“Jadi yang diajarkan itu doa, bukan afirmasi. Afirmasi diri bisa menjadikan kita lupa bahwa itu adalah kehendak Allah,” tambahnya.
Dalam surat Ali Imran ayat 39, Allah Subhanahu wa taala berfirman bahwa manusia itu jangan sedih dan merasa rendah, tapi sesungguhnya manusia itu tinggi jika beriman kepada Allah Subhanahu wa taala.
Begitu pula dalam hal pengasuhan, ketika para orangtua mendidik anak berbeda dengan pengasuhan pada umumnya, yakin dan percaya diri saja karena memegang kebenaran.
“Tantangan mendidik akhir zaman itu menjaga izzah, beda sendiri, enggak apa-apa, makanya disebut ghuraba yaitu asing,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Ustaz Bendry menekankan bahwa orangtua yang memilih pengasuhan anak dengan menanamkan Islam yang benar adalah orangtua yang siap melawan arus.
“Pengasuhan akhir zaman itu pengasuhan yang siap melawan arus. Selagi Allah ridho, orangtua harus siap tapi tetap kita menghargai yang berbeda,” jelasnya.
Misalnya, jika teman-teman anak laki-laki pada masa remaja pada umumnya sudah memiliki pacar, tapi anak kita tidak pacaran, bagaimana orangtua akan memberikan pemahaman kepada keluarga atau tetangga?
“Pede aja, karena ghuraba itu pede dengan kebenaran. Saat azan berkumandang, dia ke masjid, siap sendiri, enggak apa-apa,” lanjutnya.[ind]
(bersambung)