TAK menangis bukan berarti tak sedih ditulis oleh Bendri Jaisyurrahman seorang konselor ketahanan keluarga.
Ini kisah lelaki. Saat ia berjuang sekuat tenaga menahan air mata agar tak tumpah dan menetes deras di hadapan anaknya.
Terutama saat harus berpisah dengan sang buah hati dalam waktu yang lama.
Ia harus memunggungi anak lelakinya. Menahan desakan air mata yang akan menetes demi menunjukkan ketegaran.
Agar sang anak yang hendak berjuang menuntut ilmu tak memiliki rasa bimbang.
Sang anak berusaha tegar meski ia pun merasakan yang sama. Sedih dalam perpisahan.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
View this post on Instagram
Terbayang demikianlah perasaan ayahanda Ibrahim. Tatkala harus meninggalkan putra kesayangannya bersama sang istri tercinta.
Hatinya terluka tersayat. Tunduk atas perintah Allah. Bahwa ia harus tinggalkan anak dan istrinya untuk sementara waktu.
Ia melangkah berat dan tak berani memandang ke belakang. Ia berjuang menahan kelopak matanya yang mulai membasah.
Agar sang istri juga anaknya kokoh dalam perjuangan.
Andai ia tak mampu menahan tangisnya, akan melemahkan keluarganya yang sedang berjuang.
Tentu tak ada yang salah dengan tangisan. Lelaki tak diharamkan menangis.
Tak Menangis Bukan Berarti Tak sedih
Tapi menjadi tak tepat jika tangisan itu tampak jelas di hadapan putranya yang sedang berjuang.
Mengumpulkan sebanyak-banyaknya ilmu dan hikmah dalam pesantrian yang panjang.
Tahanlah tangisan itu. Dan tumpahkanlah dalam sujudmu yang panjang.
Tangisan yang semula dianggap kelemahan jiwa menjelma menjadi kekuatan doa yang mujarab.
Kelak tangisan di sepertiga malam itu akan jadi ‘tali’ koneksi yang menghubungkan jiwa yang terpisah.
Menghantarkan anak kepada ujung perjuangan meski raga tak bersama.
Inilah kisah sang lelaki. Yang menamakan dirinya sebagai ayah.
Baca juga: Wahai Ayah, Hadirlah Seutuhnya untuk Anak
Jika anak wanita baginya adalah cinta. Anak lelaki adalah harapan.
Berpisah dari anak wanita ibarat kehilangan cinta. Tapi berpisah dari anak lelaki bak kehilangan harapan.
Semakin anak bertambah usia ia siap-siap menerima kenyataan bahwa kebersamaan niscaya kan berkurang.
Tapi ia yakin bahwa jika di dunia tak bisa sering bersama, di surga ia kan puas membersamai ananda.
Jika surga yang jadi tujuan, perpisahan di dunia yang sementara tak harus dilalui berlama-lama dalam ratapan. Bersabarlah.[Sdz]