AYAH dan Bunda, tanpa kita sadari, orangtua menjadi pelaku perundungan terhadap anak. Berikut bentuk bullying yang dilakukan orangtua terhadap anaknya sendiri.
Pernahkah mendengar tentang peristiwa yang terjadi tahun lalu, seorang anak kelas 2 SD tewas dirundung teman sebayanya.
Berawal dari sering ejek, korban dan para pelaku menjadi sering terlibat perkelahian.Terakhir, korban tak hanya dipukuli.
Ketika sudah terkapar, telinga korban disumbat menggunakan keripik dan disiram dengan minuman ringan.
Ayah Bunda, masih ingatkah peristiwa dua anak laki-laki berusia tujuh tahun melakukan perbuatan tak senonoh terhadap teman perempuannya ketika jam istirahat sekolah.
Korban sedang ke toilet untuk buang air, tapi mendadak kedua pelaku menerobos masuk dan mencabuli korban.
Kemudian tiga temannya datang lagi namun tidak melerai, malah menonton.
Perbuatan cabul itu pun dilakukan beberapa menit hingga jam istirahat habis. Usai melakukan perbuatannya, pelaku mengancam jika korban melaporkan.
Bagaimana perasaan Ayah Bunda dan apa yang Ayah Bunda pikirkan?
Baca Juga: Darimana Anak Belajar Bullying?
Orangtua Bisa Jadi Pelaku Perundungan terhadap Anak dengan Melakukan Ini
Pertanyaan terbesar yang ada di kepala kita mungkin, bagaimana anak-anak sekecil itu sudah bisa melakukan perbuatan yang keji. Dari mana mereka mempelajarinya?
Menurut BBC Indonesia, telah dilakukan 70 penelitian berupa pengamatan terhadap 200.000 anak menunjukkan bahwa perilaku bullying ternyata berawal dari rumah.
Orangtua yang menerapkan pengasuhan yang otoriter berpotensi memunculkan anak yang menjadi korban dan pelaku bullying.
Orangtua yang over protektif juga berpotensi memunculkan anak yang akan menjadi korban bullying karena tidak terlatih membela dirinya sendiri.
Bentuk-bentuk bullying yang kerap dilakukan orangtua, antara lain,
– Terus menerus memberi label negatif kepada anak seperti, nakal, tidak patuh, tidak nurut, susah diatur, tidak sholih.
– Mengancam anak dengan tujuan kepatuhan.
Contohnya perkataan-perkataan seperti, “Awas yah, kalau masih ngompol, Mama nggak mau beliin kamu eskrim. Es krimnya buat kakak saja.” Atau,
“Kamu main saja. Kalau raportnya jelek. Bolanya Ibu buang yah!”
– Mengancam anak untuk memainkan emosi anak atau membuat anak menjadi takut.
Misalnya dengan kalimat, “Kalau nggak nurut sama Ayah, nggak Ayah sayang lho.” Atau,
“Kamu jangan pelit dong, nanti Allah nggak sayang sama kamu.”
Sebaiknya gunakan kalimat yang positif, seperti, “Allah itu sayang sekali sama anak yang suka memberi.”
– Memberi hukuman fisik kepada anak untuk mendapat kepatuhan dari anak.
Ayah Bunda, mari periksa pola asuh kita. Jika berpotensi menjadi orangtua yang suka merundung, segera perbaiki pola pengasuhan kita.
Kita harus kembali sadar jika anak adalah amanah Allah. Mereka titipan dari Allah yang harus disayang dan dididik. Bukan untuk diperlakukan dengan keras dan kasar. [May/Ind]