Oleh: Lia Z.A.
ChanelMuslim.com-Jika hidup kita perlombaan, maka keluarga Nabi Ibrohimlah yang terus memenangkannya.
Jika hidup kita ujian, maka keluarga Nabi Ibrohimlah yang menghadapi banyak ujian dan mampu menyelesaikannya dengan tuntas.
Pelajaran penting dari tiga kisah Nabi Ibrohim:
Kisah pertama saat Ibrohim dibakar karena menghancurkan berhala raja Namrudz. Saat itu kayu sudah ditumpukkan dan api menyala-nyala.
Langit dan bumi berteriak kepada Allah, dan meminta izin untuk menolong Nabi Ibrohim. Allah berkata, “Innahu kholilii, sesungguhnya ia adalah kekasih-Ku”.
“Aku izinkan kamu menolongnya, tapi dengan syarat Ibrohim sendiri yang meminta bantuan kepadamu”.
Malaikat yang mengatur hujan dan air, ingin menyemburkan air untuk memadamkan api dan menolong Ibrohim. Malaikat yang mengatur angin pun datang ingin meniupkan angin untuk memadamkan api sebagai bentuk bantuan padanya. Begitu pun malaikat penjaga bumi ingin menelan bara api. Namun Nabi Ibrohim menolak semua pertolongan itu, lalu berdoa “Hasbiyallohu wani’mal wakil, cukuplah Allah sebagai penolongku dan Dia sebaik-baik Penolong”.
Malaikat Jibril juga datang dan bertanya, “Apakah engkau memerlukan pertolonganku?”
Kemudian Nabi Ibrohim menjawab, “Aku tidak memerlukan pertolongan darimu, tapi aku hanya membutuhkan pertolongan dari Allah saja”.
Padahal saat itu kondisi sangat darurat dan genting, api sudah menyala-nyala siap membakar tubuh Nabi Ibrohim.
Kemudian Jibril berkata, “Jika demikian, berdoalah kepada Robbmu”. Lalu Nabi Ibrohim menjawab, “Hasbi min suali, Allah tahu kondisiku”.
Allah tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.
Kemudian Allah menyelamatkan Nabi Ibrohim dengan memerintahkan api menjadi dingin.
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ
“Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” QS. Al-Anbiya:69
Dari kisah ini dapat diambil pelajaran bahwa seorang hamba seharusnya menyerahkan hidup mati hanya kepada Allah dan mengenal Robb kita di saat senang serta susah, di saat lapang juga sempit.
Kisah kedua, saat Nabi Ibrohim diperintahkan untuk meninggalkan istri dan anaknya (Ismail) yang masih bayi di tanah yang gersang. Di sana tidak ada tanda-tanda kehidupan, tidak ada air dan makanan.
Hajar meminta Ibrohim untuk berhenti berjalan dan bertanya “Ke mana engkau akan pergi?”. Ibrohim tidak menjawab dan tidak menoleh, ia berlalu.
Berkali-kali Hajar bertanya, tapi Ibrahim tetap tidak menjawab dan tidak menghiraukannya. Kemudian Hajar bertanya lagi, “Apakah semua ini Allah yang memerintahkanmu?”, mendengar pertanyaan Hajar ini, Nabi Ibrohim pun berhenti berjalan lalu menjawab, “Iya..”.
Satu kalimat dari Hajar atas jawaban Nabi Ibrohim adalah jika ini perintah Allah, maka Dia tidak akan menyia-nyiakannya. Lalu Hajar kembali bersama Ismail sedangkan Ibrohim melanjutkan perjalanannya.
Dari kisah Ibrohim ini memberikan keyakinan bahwa rezeki bukan berasal dari suami, bukan pula dari orang lain, tetapi dari Allah Sang Maha pemberi rezeki.
Wahai anak Adam (manusia), Aku ciptakan engkau untuk beribadah. Maka jangan bermain-main. Telah Aku bagi rezekimu, maka janganlah engkau risau.
Jika engkau ridho menerima pembagian-Ku, maka hati dan badanmu menjadi tenang dan engkau terpuji di sisi-Ku.
Jika engkau tidak ridho dengan pembagian-Ku, maka demi keagungan dan Kemuliaan-Ku, Aku akan jadikan dunia menguasaimu. Engkau mengejarnya seperti seekor binatang buas yang mengejar mangsa dan engkau hanya mendapat pembagian-Ku, sedangkan engkau di sisi-Ku menjadi seorang yang tercela.
Maka jika kita tidak ridho dengan pembagian rezeki, Allah akan jadikan dunia menguasai kita dan kita mengejarnya dengan pontang panting seperti binatang buas. Kaki dijadikan kepala, kepala dijadikan kaki dan kita tidak akan mendapatkan apa-apa.
Kisah ketiga, saat Ismail mulai remaja sekitar usia 12 tahun, muncul rasa cinta kepada anaknya. Ibrohim pun diperintahkan Allah untuk menyembelih anak kesayangannya itu.
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” QS. As-Shoffat: 102
Maka jawaban anak yang sholeh seperti Ismail itu mampu menenangkan hati Ibrohim. Dengan tulus dan tabah Ismail berkata:
“Wahai Ayahku, singsingkanlah bajumu agar darahku tidak mengotori bajumu, maka akan berkurang pahalaku, dan khawatir jika ibu melihat darah itu di bajumu niscaya ia akan bersedih.”
“Dan tajamkanlah pisaumu serta percepatlah gerakan pisau itu di leherku agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu amat dahsyat.”
“Wahai Ayah, apabila engkau telah kembali maka sampaikan salam kasihku kepada ibunda dan apabila bajuku ini Ayah pandang baik untuk dibawa pulang sebagai kenang-kenangan bagi ibunda, maka lakukanlah.”
Saat itu dengan penuh haru, Ibrahim berkata: “Wahai anakku, sungguh engkau adalah anak yang sangat membantu dalam menjalankan perintah Allah”.
Ketaatan Ibrohim dan Ismail dalam melaksanakan perintah Allah mendapatkan penghargaan yang sangat tinggi.
“Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, QS. Ash-Shoffat: 103 – 108
Mari kita berdoa, memohon kepada Allah agar kita dijadikan keluarga seperti layaknya keluarga Ibrohim dan Ismail.
Rangkuman khutbah Idul Adha 1439 H di Ma’had Khairul Bariyyah Cimuning Mustikajaya Kota Bekasi oleh Ustaz Heru Supardi, S.Sos.I