Penulis : Wulan Saroso
ChanelMuslim.com – Menjadi Orang Tua yang Tidak Menyenangkan
Ingat kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Siroh Nabawiyah?
Perjanjian damai yang dilakukan antara kaum muslimin dan musyrikin Quraisy. Peristiwa itu terjadi saat muslimin dari Madinah hendak berangkat umroh ke Makkah. Namun musyrikin menganggap kaum muslimin itu akan melakukan makar di Makkah sehingga dilaranglah mereka untuk memasuki kota.
Melihat situasi yang tidak kondusif, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam memilih tindakan ‘mengalah’.
Beliau membatalkan umroh dan mengambil langkah gencatan lalu membuat perjanjian dengan musyrikin Quraisy.
Keputusan Rasulullah saat itu sangat tidak populis. Bagi kaum muslimin, keputusan Rasulullah berarti langkah mundur.
Tidak ada keberanian menunjukkan kebenaran. Lagipula mereka ke sana tidak satupun membawa senjata. Kecuali Abu Bakr ra, semua rombongan saat itu memboikot keputusan Rasul saw. Bahkan Umar bin Khaththab pun sempat mempertanyakan kerasulan Muhammad.
Namun Rasul saw tetap pada keputusannya.
Lalu bagaimana nasib keputusan itu? Mari kita intip di Siroh Nabawiyah..
Lalu apa kaitannya dengan keorangtuaan?
Orang tua, sering dihadapkan pada situasi pengambilan keputusan yang tidak populis. Dengan kata lain, mengambil langkah yang tidak menyenangkan, baik untuk kita sebagai orang tua juga untuk anak bahkan bisa jadi untuk keluarga besar.
Karena tidak menyenangkan, terkadang menjadi dilema dan masalah berkepanjangan.
Misal sederhana
Kita sepakat dengan anak hanya boleh beli es krim di akhir pekan. Tiba-tiba ada saat di mana neneknya anak-anak menawari es krim di luar waktu kesepakatan. Anak-anak merasa itu peluang mendapatkan es krim.
Nenek pun mendesak dengan alasan untuk cucu tersayang. Pemisalan ini sederhana, tapi kadang membuat dilema. Ingin bersikukuh namun harus berbeda pendapat dengan anak dan orang tua kita. Ketika kita memutuskan untuk tetap pada kesepakatan semula, akan terjadi pemboikotan oleh anak dan sang nenek.
Sangat tidak menyenangkan. Namun itulah keputusan yang diambil. Ini masih sebuah pemisalan kecil.
Anak perlu belajar dan memahami, bahwa akan ada banyak hal yang tidak menyenangkan di dunia ini. Tidak menyenangkan bukan berarti membuatnya menjadi manusia yang merasa menderita.
Justru kemudian bagaimana melatihnya untuk mampu menyikapi hal itu dengan prinsip syukur dan sabar. Dan yang paling penting, sebagai orang tua kita wajib mengajarkan bahwa ada hal yang ‘tidak menyenangkan’ dirasakan ketika kita komitmen pada prinsip samawi.
Lalu bagaimana bersikap saat keputusan tidak menyenangkan itu ditetapkan? Seperti yang dicontohkan Rasul dalam kisah perjanjian Hudaibiyah :
1. Yakinilah bahwa ini keputusan terbaik yang Allah ilhamkan kepada kita. Dengan meyakini pula bahwa hubungan kita dengan Allah sejauh ini baik-baik saja.
2. Mengambil langkah ‘cooling down’ dalam upaya menghindari debat tanpa hasil dengan anak-anak atau siapapun itu. Karena penjelasan mengenai hal yang tidak menyenangkan tak akan mudah diterima dengan segera bagi pihak yang tidak menyetujuinya.
3. Menjadi pihak pertama yang komitmen dan menjadi contoh dalam menjalankan keputusan bersama.
4. Berusaha untuk tidak mengungkit-ungkit perbedaan yang pernah terjadi apabila keputusan telah membuahkan hasil yang baik.
5. Selalu belajar untuk menjadi bijak, tidak arogan dan merasa benar sendiri.
6. Kebersamaan adalah hal yang penting. Ketika hati sudah mulai melunak dan terbuka, segeralah saling rangkul untuk komitmen berikutnya.
Orang tua yang tidak menyenangkan diperlukan dalam proses pendidikan anak. Namun yang perlu digarisbawahi mulailah itu dengan meyakini bahwa ikatan jiwa antara orang tua dan anak sudah terjalin indah.
Adakalanya indah itu cahaya mentari di ufuk Timur
Adakalanya pula indah itu temaram senja di ufuk Barat
Wulan Saroso
#FamilySchooling
#AlUsrohMadrosatulUla
#KeluargakuSekolahku
Berikut CV penulis:
[gambar1]