oleh: Julianti Maesarah
ChanelMuslim.com-Suatu hari, seorang perempuan berusia sekitar 30-40 tahunan yang bisa dikategorikan sebagai ibu muda, terusik oleh nasihat dari sosok yang terasa dekat dengannya.
Perempuan tersebut telah memiliki suami dan 3 orang anak, yang seperti layaknya perempuan kantoran di Jakarta, berangkat pagi dan pulang malam adalah rutinitas yang sudah terlihat sangat biasa. Sementara anak-anak tercinta terpaksa diserahkan pengasuhannya pada sang nenek, asisten rumah tangga, atau pun day care terbaik di sekitar tempat tinggalnya. Tentunya sampai sang Ibu pulang bekerja, barulah pengasuhan kembali berada di tangan sang ibu sampai fajar di ufuk timur kembali menjelang.
“Hei Ibu Muda, pejamkan matamu, bayangkanlah rutinitasmu bekerja setiap hari, saat usiamu bertambah tua dan saat anak-anak beranjak dewasa tanpa bisa mendampingi mereka ke sekolah dan beraktivitas seharian di rumah, kecuali bermain dengan waktu sisamu di malam hari. Tentulah hal ini tidak membuatmu bahagia bukan?”
Diam sejenak, suara itu kembali terdengar lembut tetapi dalam menembus jiwa.
“Bayangkan Ketika kakimu sudah merasa berat berdiri lama di kereta, berdesakan dengan anak muda yang masih kuat dalam bekerja. Ingatlah anakmu yang saat besar sudah memiliki dunianya masing-masing. Padahal saat anak itu kecil selalu membuntutimu ke mana saja dan ingin didengarkan, sampai-sampai membuatmu kesal. Seolah-olah seperti ada lem yang merekatkan antara dirimu dengan buah hati. Siapa sangka, tiba-tiba anak kecil itu berubah menjadi anak yang memiliki dunianya sendiri. Sudah tidak lagi mengikuti orang tuanya. Dunia gadget semakin membuatnya asyik di dunia maya, berkomunikasi hanya melalui teknologi. Masa yang tiba-tiba membuatmu takut untuk membayangkannya.”
Perempuan itu membayangkan dengan sepenuh hati, sehingga membuat keringat mulai mengalir membasahi pelipisnya. Duduknya tidak dapat tenang karena gelisah. Sosok yang dirasanya dekat itu, terus saja menasihatinya.
“Bagimu, anak-anak akan selalu menjadi Your Little Children. Bahagiamu adalah bahagia mereka. Apakah sekarang mereka bahagia? Entahlah.. yang jelas anak-anakmu selalu sakit dan silih berganti. Salah satu hal yang menahanmu masih bekerja adalah berpikir bahwa kamu mestinya bersyukur karena Allah telah memberikanmu rezeki dengan pekerjaan yang baik, atau karena kamu tidak perlu membawa anak-anakmu ikut berdagang di warung, toko atau pasar, sehingga tidak mengapa bagimu meninggalkan anak-anak di rumah atau bahkan di rumah kerabat dengan orang lain yang kamu beri kepercayaan untuk mengasuh anak-anakmu.”
Perempuan itu tanpa sadar mengangguk, membenarkan semua perkataan sosok yang dikenalnya. Tapi apa yang bisa dilakukannya? Perempuan itu masih perlu bekerja untuk membantu suami menutupi kebutuhan hidup, kebutuhan sekunder dan tersier anak. Suara itu kembali terdengar berat dan dalam.
“Tapi, pernahkah kamu berpikir, apakah syukur seperti ini yang harus kamu lakukan? Apakah meninggalkan titipan Allah di rumah tanpa wali mereka adalah bentuk kesyukuranmu pada titipan Allah? Setidaknya, anak dalam dekapan ibu pedagang itu tidak kehilangan pelukan ibunya sepanjang waktu dan sangat paham bagaimana perjuangan Ibunya. Pada akhirnya memberi sang anak semangat untuk menjadi anak soleh dan soleha yang membahagiakan dan mendoakan orang tuanya. Mungkin segala bentuk perjuangan ibu pedagang akan dijawab Allah dengan kesuksesan dan kesolehan anaknya kelak.”
Ibu muda ingin segera membuka mata. Tak kuat mendengar kenyataan bertubi yang dipaparkan oleh suara dari sosok yang dikenalnya dekat. Sebuah gambaran yang memang sering dirisaukannya. Tapi sosok itu lagi-lagi menyuruhnya memejamkan mata. Kali ini nada suaranya lebih tinggi.
“Tetaplah pejamkan matamu!, Bayangkan lebih dalam, Kamu ingin menjadi apa di masa datang? Apa yang membuatmu bahagia dan bahkan berpahala di sisi Allah? Apakah kamu ingin menjadi penulis di mana karyanya bisa dibuat menjadi sebuah film, atau ingin menjadi pedagang online, atau menjadi apapun asal tetap bisa mengasuh anak-anakmu dengan tangan dan pengawasanmu sendiri. Karena, pada hakikatnya orang tua adalah baby sitter yang diberikan Allah untuk merawat anak-anak. Mengasuh anak memang merupakan pekerjaan yang berat, apalagi jika dilakukan oleh orang lain? Hanya orang tua lah yang bisa memikul beban berat untuk merawat anak-anaknya. Maka mulailah dari sekarang! Mumpung usiamu belum 40 tahun! Masih banyak waktu untuk merintisnya dari sekarang. Mulailah dari sekarang mumpung usiamu belum 50 tahun! Masih banyak energi yang tersisa. Mulailah sekarang sebelum ajal menjemputmu, Man Jadda Wa Jadda!”
“Lalu bagaimana jika saya tidak bisa menghasilkan uang dalam waktu dekat? Hanya mengandalkan pemberian suami? Tidak bisa membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga?”
Sosok itupun tersenyum, dan tanpa ragu kembali berkata.
“Kamu sudah menyumbang sangat banyak untuk keluarga, karena suamimu tidak perlu membayar pengasuh yang lebih baik darimu! Seorang pengasuh yang jika dibayar dengan uang, gajinya sangat mahal. Belum lagi jika harus ditambah dengan lemburannya 24 jam sehari menjaga anak-anak suamimu. Karena kamu memiliki pendidikan setidaknya Sarjana dari Universitas Negeri yang baik. Kalaupun hanya ijazah SMA, SMP atau bahkan SD, kamu masih memiliki kasih sayang tulus; yang tidak dimiliki siapapun di dunia untuk anak-anak suamimu. Karena kamu adalah Ibu kandung dari anak-anak suamimu. Sehingga kamu memiliki kemauan untuk terus belajar dan memperbaiki diri dalam pengasuh anak-anakmu. Suamimu kemudian menjadi lebih tenang karenanya dan bersemangat lebih untuk menjemput rezeki Allah.
Perempuan tersebut terdiam, mendengar suara hati nuraninya sendiri. Ya! Sosok yang dirasa dikenalnya dekat itu ternyata adalah hati nuraninya sendiri yang selama ini selalu mengetuk-ngetuk pintu hati mencari ruang untuk didengarkan. Baru kali ini perempuan itu mendengarkan dengan hening dan seksama, saat raganya terasa sangat lelah, saat keibuannya terusik parah oleh rasa bersalah.
“Insya Allah rezekimu sudah tertulis di Lauh Mahfudz. Tinggal usaha suamimu untuk menggapai dan menjemputnya ke langit.. Untuk sampai ke langit seorang istri hanya perlu banyak berdoa.. mendoakan perjuangan suaminya dan menjalankan kewajiban utamanya, yaitu mengurus anak dan rumah tangga..”
Tak terasa, air mata mulai jatuh membasahi pipi sang ibu muda. Oh.. Hati nurani, lagi-lagi dia mengusik aktivitasku di kantor hari ini.(*)