WARISAN orang tua pada anak-anak tak selalu berbentuk harta. Warisan ilmu jauh lebih bermutu.
Seekor harimau tua menguasai sebuah hutan luas. Di hutan luas itu, ia bukan sekadar mengendalikan tapi juga memimpin.
Sang raja hutan punya putera mahkota yang masih remaja. Tapi, menjelang anaknya tumbuh dewasa, ia bukan bersiap mewariskan, tapi justru mengusir sang anak ke hutan lain.
“Sialahkan kamu bangun kekuasaan baru di sana!” titahnya penuh wibawa.
Awalnya sang anak mengelak. Ia sangat keberatan. Untuk apa membangun yang baru kalau sudah ada yang diambil alih. Tapi, ia takut membantah ayahnya. Ia pun pergi dan hidup sebatang kara.
Memulai dari awal jauh lebih sulit daripada meneruskan. Sang anak harimau harus belajar banyak hal. Ia harus bisa menyelami keadaan hewan di sekelilingnya, mengendalikannya, dan mengarahkan. Sesuatu yang pernah dilakukan sang ayah dulu.
Di situlah ia masih tak mengerti. Kenapa ayahnya tidak mewariskannya begitu saja. Bukankah cara itu lebih efektif. Dan itu seperti yang biasanya dilakukan para raja kepada putera mahkota.
Waktu pun berlalu. Si harimau muda kini sudah tumbuh dewasa. Ia sudah hampir seperti ayahnya, menjadi penguasa di hutan belantara.
Kelebihannya, ia sudah pernah belajar cara menguasai hutan dari apa yang ia alami ketika bersama ayahnya. Pengalaman lama itu ternyata begitu sangat berharga.
Lama nian ia tak berjumpa ayahnya. Tapi, ia ragu apakah ayahnya masih mau menerima kehadirannya. Ia khawatir akan diusir lagi.
Kerinduan akhirnya membawanya berjumpa lagi dengan ayah dan keluarganya. Kini, ia datang bukan sebagai pengeran yang ingin diwariskan kerajaan. Tapi sebagai raja baru yang ingin berjumpa keluarganya.
Ayah dan keluarganya menerima kedatangan sang anak dengan cinta. Dalam perjumpaan itu, sang ayah mengatakan, “Apa kamu masih ingin diwariskan kerajaan dari ayah?”
Sang anak tersenyum. “Apa yang kini aku miliki, jauh lebih besar dari yang dulu ingin kudapatkan dari ayah,” ungkapnya.
“Anakku, aku lebih ingin mewariskan cara menjadi raja, bukan sekadar kerajaan itu sendiri. Karena dengan begitulah, kamu akan menjadi raja yang sebenarnya,” pungkas sang ayah yang disambut anggukan sang anak.
**
Tidak semua orang tua yang menyadari bahwa warisan paling bernilai adalah tentang bagaimana cara memiliki warisan, daripada wujud warisan itu sendiri.
Karena warisan ilmu jauh lebih berharga daripada benda. Meskipun benda-benda itu tampak lebih berkilau dan mempesona. [Mh]