ADA kisah menarik dari seorang mantan pastur. Namanya Dr. Gerald Frederick Dirks. Ia tertarik dengan Islam setelah melihat tetangganya shalat.
Sejak kecil Gerald F Dirks memang ingin sekali menjadi seorang pastur. Segala fokus pendidikannya diarahkan ke bidang teologi.
Dari bidang yang ia pilih itu, Gerald memang tergolong jenius. Ia diterima di Harvard untuk bidang teologi. Spesialisasi yang ia pilih adalah perbandingan agama.
Pria kelahiran tahun 1950 ini mendapatkan kehormatan sebagai Ketua Dewan Gereja Metodis Amerika. Di bidang pendidikannya, ia mempelajari semua agama, kecuali Islam.
Saat itu yang menarik studinya justru di agama Hindu dan Budha. Ia berkesimpulan dua agama ini memiliki keunikan di banding agama-agama lain.
Di lingkungan rumah Gerald di Kansas, ada beberapa keluarga muslim. Ia berhubungan baik dengan mereka. Salah satunya dengan seorang warga Amerika keturunan Arab bernama Jamal.
Ketika sedang membantu istrinya, Debra, yang sedang meneliti kuda-kuda asal Arab yang mereka miliki, Gerald agak kesulitan dengan katalog bertuliskan bahasa Arab.
Ia teringat Jamal tetangganya. Ia bersyukur karena Jamal mau menyempatkan waktunya untuk singgah di rumahnya.
Usai membantu Gerald, Jamal minta izin ke kamar mandi untuk berwudhu. Saat itu, Gerald mulai penasaran. Jamal pun meminta Gerald selembar koran bekas untuk dijadikan sajadah untuk shalat.
Gerald agak sungkan dengan koran bekas itu. Pasalnya, tentu ia bisa menyediakan alas yang jauh lebih baik dari sekadar koran bekas.
Saat itulah, untuk pertama kalinya, Gerald dan istrinya menyaksikan seorang muslim shalat. Ia perhatikan dengan begitu seksama semua gerakan shalat Jamal.
Terpikirlah oleh Gerald bahwa ia memang tidak sempat mempelajari Islam. Padahal, ia mengambil spesialisasi perbandingan agama. Dan Islam adalah agama yang lupa ia dalami.
Sejak itu, semua buku-buku referensi tentang Islam yang ia miliki ia pelajari dengan serius. Semua referensi itu ditulis oleh pakar orientalis Barat. Tapi setidaknya, ia sudah bisa mempelajari Al-Qur’an terjemahan bahasa Inggris.
Dari situ, Gerald merasa seperti menemukan jawaban dari semua kontradiksi yang selama ini ia rasakan di agamanya. Ia pun menjadi lebih senang berinteraksi dengan muslim daripada yang seagama dengannya.
Ia dan istrinya menjadi lebih akrab lagi dengan keluarga Jamal. Selama kurang lebih satu setengah tahun, dua keluarga itu berinteraksi begitu akrab, saling balas kunjungan dan lainnya.
Salah satu puncak dari kedekatan itu adalah tawaran dari Jamal untuk berlibur ke Yordania. Gerald dan istrinya begitu antusias ikut. Mereka ingin mendapatkan pengalaman baru tentang kehidupan muslim sekaligus ingin meneliti lebih dalam tentang kuda-kuda Arab.
Selama satu setengah tahun berinteraksi dengan keluarga Jamal, Gerald akhirnya mengambil sebuah kesimpulan penting. Bahwa Tuhan itu satu dan tidak tri tunggal seperti yang ia pelajari selama ini. Dan ia pun mengakui bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang nabi sebagaimana kenabian Jesus.
Dan menariknya, ketertarikannya dengan Islam dari keluarga Jamal bukan lantaran Jamal sering ngobrol tentang agama. Justru sebaliknya, ia begitu tertarik karena Jamal sama sekali tidak ingin masuk ke pembicaraan soal agama dengan Gerald.
Kalau pun terpaksa berbicara soal agama, Jamal tampak begitu sangat berhati-hati. Khawatir kalau Gerald dan istrinya merasa tersinggung atau tidak berkenan.
Dan meski ia sudah mengakui semua yang diajarkan Islam termasuk shalat, puasa, dan lainnya, Gerald merasa berat untuk menyatakan bahwa ia ingin masuk Islam.
Kalau ada orang yang bertanya apakah ia sudah masuk Islam, Gerald pun menjawabnya dengan kalimat bertele-tele.
“Kalau Anda tanyakan apakah saya bertuhan satu, saya jawab ya. Kalau Anda tanyakan apakah saya mengakui nabi Muhammad, saya jawab ya. Kalau Anda bertanya apakah Jesus hanya seorang nabi, saya juga jawab ya,” itulah yang biasa diucapkan Gerald kalau ada yang bertanya apakah ia sudah muslim.
Liburan ke Yordania
Tibalah ketika ia dan istrinya ikut keluarga Jamal liburan ke Yordania. Peristiwa itu terjadi di tahun 90-an. Ia berlibur di sana selama lima pekan.
Sayangnya, Gerald tidak pernah belajar bahasa Arab, meskipun dengan percakapan dasar. Yang ia tahu hanya na’am artinya ya dan la artinya tidak. Kadang kalau orang bertanya dengan bahasa Arab ia bisa menangkap sebagian, tapi tidak bisa ia jawab dengan kalimat panjang kecuali na’am atau la.
Untuk menghormati keluarga besar Jamal di sana, ia dan istrinya ikut melaksanakan shalat. Ia pun ikut melaksanakan ibadah puasa Ramadan, termasuk ikut berbuka puasa bersama.
Suatu hari, Jamal mengajak Gerald dan istrinya mengunjungi kamp pengungsi warga Palestina di Yordan. Ia merasa senang dengan pengalaman pertama kali itu.
Suatu kali di dekat kamp pengungsian, ada seorang pria berpapasan dengannya. Orang itu menyapanya dengan ramah dalam bahasa Arab, “Assalamu’alaikum.” Keduanya pun saling bersalaman.
Tiba-tiba pria itu menanyakan sesuatu kepada Gerald dalam bahasa Arab, “Apakah Anda seorang muslim?” Pertanyaan sederhana itu ia pahami meski dalam bahasa Arab karena mudah dimengerti.
Ia bingung mau jawab apa. Biasanya, ia menggunakan jurus jawaban bertele-tele seperti di atas yang begitu panjang sehingga orang sulit untuk menyimpulkan apa.
Tapi, kali ini berbeda. Ia harus menjawab singkat karena ia tidak bisa berbahasa Arab dengan kalimat panjang kecuali na’am atau la.
Nah, kata apa yang harus ia pilih: na’am atau la? Dan masya Allah, saat itu hati dan lisannya langsung menjawab dengan ringan: na’am.
Sejak pengalaman menarik itu, Gerald langsung menyatakan kepada semua orang bahwa ia sudah menjadi seorang muslim.
Sekembalinya dari liburan, lingkungan rumah dan kerja Gerald gempar. Seorang Ketua Dewan Gereja Metodis Amerika menyatakan diri masuk Islam.
Sejak itu, ia mundur dari profesinya. Istrinya pun mendukung Gerald dan ikut bersama-sama masuk Islam.
Dan hal yang di luar dugaan, ada teman sejawatnya yang ternyata mengalami perasaan yang sama dengan Gerald. Ia pun minta diantarkan Gerald untuk bisa masuk Islam.
Sebuah berkah dari kehidupan bertetangga yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak seperti yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Meskipun sang tetangga seorang non muslim. [Mh]