ASA atau harapan seumpama bahan bakar dalam hidup ini. Tak boleh redup, apalagi mati. Tanpa asa, hidup seperti mobil yang tak bergerak.
Di masa Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, ada peristiwa masyhur tentang ibu yang memasak batu.
Ibu miskin ini bukan tanpa tujuan memasak batu. Sang ibu sedang menjaga asa hidup anak-anaknya. Seolah ia mengatakan, “Harapan selalu ada!”
Begitu pun dengan perintah hijrah di masa dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wata’ala seperti menjaga harapan masa depan dakwah saat itu.
Di saat kerasnya tekanan rezim otoriter di Mesir begitu dahsyat terhadap gerakan dakwah, seorang ulama kontemporer menulis sebuah kitab: al mustaqbal li haazad diin. Masa Depan di Tangan Islam.
Ulama bernama Sayyid Qutb rahimahullah ini seolah mengajak para aktivis dakwah saat itu untuk optimis melihat hari esok. Atau, jangan pernah putus asa.
Dan memang seperti itulah sunnatullah yang terjadi di alam raya ini. Selalu akan ada cahaya matahari di esok pagi. Meskipun, saat ini hari begitu gelap gulita. Sehingga, pepohonan pun tak pernah berhenti untuk tumbuh karena yakin akan ada cahaya esok hari.
Karena itu, seberat apa pun keadaan yang dialami anak-anak, fisik maupun lainnya; jangan pernah mematikan harapan mereka.
Begitu pun dengan para lajang yang bertemu jodohnya, atau pasangan suami istri yang belum mendapatkan buah hatinya; jangan pernah berhenti berharap. Selalu ada ‘cahaya’ esok hari.
Nabi Ya’kub alaihissalam pernah mengajarkan itu pada putera-puteranya yang nyaris putus asa tentang ‘hari esok’, tentang pencarian mereka terhadap Nabi Yusuf dan saudaranya. Allah subhanahu wata’ala mengabadikan ucapan bijak itu dalam Al-Qur’an Surah Yusuf ayat 87.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Wahai anak-anakku. Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan janganlah kamu berputus asa dari Rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari Rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir.”
Harapan harus selalu ada. Berdoalah dan berikhtiarlah. Insya Allah, tak ada yang mustahil di sisi Allah. Seperti, jerih payah ibu yang memasak batu membuahkan kesadaran Khalifah Umar bin Khaththab untuk membawakan keluarga miskin itu dengan makanan yang sesungguhnya. [Mh]