RUMAH bukan sekadar bangunan fisik di mana di situ ada halaman, ruang tamu, kamar, ruang keluarga, kamar mandi, dan dapur. Tapi rumah itu tempat berlabuhnya hati.
Beruntunglah mereka yang punya rumah. Tidak masalah apakah itu milik sendiri, ngontrak, atau milik orang tua.
Yang penting, di situlah ada sumber magnit di mana tarikan hati tertuju. Kemana pun kita pergi, ada kata ‘pulang’ yang akan menetralisir hati dari rasa letih, was-was, takut, marah, dan lainnya.
Jadi, rumah bukan soal ukuran. Bukan soal status milik siapa. Bukan juga tentang aksesorisnya. Tapi lebih karena rumah memberikan keseimbangan baru buat penghuninya.
Dan cinta merupakan variabel utama dari keseimbangan baru itu. Cinta bisa melekat pada suami, istri, ayah ibu, kakak adik, anak-anak, dan cucu.
Cinta-cinta inilah yang mampu menjadi tarikan kuat hati untuk menyebut kata ‘pulang’. Dan cinta-cinta itu pula yang menghasilkan resultan nol untuk hati para penghuninya.
Ketika seseorang tak lagi betah tinggal di rumah, sebenarnya bukan fisik rumahnya yang tidak lagi menarik. Tapi karena resultan cinta di situ yang justru menghasilkan angka negatif.
Satu hal yang dominan dalam energi cinta: ia akan bersemangat untuk saling memberi, bukan menuntut untuk bisa menerima dari yang dicintai.
Kenapa ayah rela pergi panas-panasan, hujan-hujanan, meninggalkan rumah? Hal ini karena energi cinta yang menargetkannya untuk bisa memberi.
Begitu pun dengan istri yang rela berpanas-panasan di depan kompor, bercapek ria dengan si kecil. Semua tergerak dari energi cinta untuk bisa maksimal memberi.
Ketika salah satu penghuni kehilangan energi cinta untuk memberi, ia sebenarnya sedang tereksitasi dari lingkungan cinta itu sendiri. Ia tidak sedang memiliki rumah, meskipun ia masih berada di dalamnya.
Inilah ungkapan bijak yang menyebut: baiti jannati. Rumahku surgaku. Bukan karena rumahnya mewah. Bukan pula karena fasilitasnya. Tapi karena mampu menghasilkan sinergi dari semua cinta penghuninya.
Bersyukurlah mereka yang memiliki ‘rumah’. Karena di situlah terdapat titik keseimbangan hidupnya. Sebuah keseimbangan yang mengantarkannya ke suasana bahagia. [Mh]