MATI syahid begitu mulia. Allah subhanahu wata’ala memujinya. Allah menggantinya dengan surga.
Ada seorang sahabat Nabi mulia yang begitu mengidam-idamkan mati syahid. Beliau adalah Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu.
Baginya, jihad fi sabilillah dan mati sebagai syuhada jauh lebih nikmat dari kenikmatan apa pun yang ada di dunia ini.
Khalid bin Walid mengatakan, “Malam saat aku dihadiahi pengantin, atau malam ketika aku mendengar kabar gembira dengan lahirnya seorang anakku; semua tidak lebih aku sukai dibandingkan dengan ketika aku berada di tengah pasukan Muhajirin pada malam yang dingin sedingin es, demi menunggu saat-saat untuk menyerang musuh esok paginya.” (Al-Bidayah Wannihayah)
Namun, pahlawan yang bergelar Pedang Allah ini harus menerima kenyataan yang menurutnya pahit. Ia merasakan akan wafat bukan karena jihad dan syahid, melainkan karena sakit di tempat tidur.
Khalid mengatakan, “Aku telah mengikuti perang ini dan itu. Sampai-sampai, tidak ada sejengkal di tubuhku yang terlewati bekas sayatan pedang, tusukan tombak, dan bekas tancapan anak panah.
“Kini, aku akan meninggal di atas tempat tidurku secara wajar. Sebagaimana, matinya seekor unta….” (Utsman bin Muhammad Al-Khamis)
**
Mereka yang ikhlas berjuang di jalan Allah. Mereka yang gigih membela tanah air. Mereka yang tanpa pamrih mempertaruhkan nyawa demi kemuliaan panji Allah. Adalah, mereka yang sudah mentransaksikan dirinya dengan surga.
Seolah mereka melihat surga begitu nyata di depan mata. Keindahan surga itulah yang menjadikan pandangannya tentang dunia ini tak lebih sekadar persinggahan sejenak. Begitu kecil. Begitu remeh temeh.
Seperti itulah para pahlawan umat ini. Seperti itu pula para pahlawan bangsa yang telah menebus kemuliaan dan martabat Islam kita semua dengan darah dan nyawanya. [Mh]