ZURRIYAH Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terus ada hingga akhir zaman. Hormati dan muliakan mereka.
Sebuah kisah menarik diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dan Ibnu Qudamah. Yaitu tentang sebuah keluarga dari zurriyah atau keturunan Nabi yang mengalami kesulitan hidup.
Keluarga ini merupakan keturunan Nabi dari jalur Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Suatu hari, keluarga ini pindah dari kota ke sebuah desa. Tak seorang pun di desa itu yang mengetahui kalau mereka keturunan Nabi.
Mereka pindah karena sang kepala keluarga sakit. Setelah pindah, sang kepala keluarga meninggal dunia dengan meninggalkan istri dan anak-anak mereka yang masih kecil.
Kehidupan keluarga ini menjadi teramat sulit. Tak ada pemasukan, sementara sang istri hanya ibu rumah tangga.
Namun begitu, sang istri berusaha keras untuk tidak meminta-minta. Tapi, bagaimana mungkin ada pemasukan jika tak ada yang bekerja. Sementara, jika si istri ini bekerja, anak-anak mereka akan terlantar tanpa orang dewasa yang mengawasi.
Karena keadaan yang memaksa, sang istri menitipkan anak-anaknya ke masjid. Sementara itu, ia berusaha mencari-cari bantuan ke orang-orang yang bisa diandalkan.
Di sebuah pasar, ia melihat ada seorang lelaki yang dikerumuni banyak orang. Sepertinya lelaki ini tokoh di desa itu. Setelah bertanya ke orang sekitar, ia mendapatkan kabar kalau lelaki itu seorang kepala desa.
Ia menghampiri lelaki itu. Dengan ucapan setengah berbisik ia terpaksa mengabarkan tentang keprihatinan diri dan anak-anaknya yang kelaparan.
“Anda siapa?” ucap si kepala desa terheran.
“Kami bagian dari zurriyah Nabi. Saya dan anak-anak saya kelaparan. Sekarang mereka di sebuah masjid. Mohon bantuannya,” ungkap si wanita.
Kepala desa ini tidak menunjukkan wajah terkejut. Justru ia berkilah, “Apa ada bukti kalau kalian zurriyah Nabi?”
Wanita ini menjelaskan bahwa tidak ada yang bisa memberikan kesaksian kalau ia dan anak-anaknya keturunan Nabi. Hal itu karena di desa itu belum ada orang yang mengenalnya.
Kepala desa mengabaikan keterangan si wanita. Ia pun meninggalkan si wanita begitu saja.
Si wanita ini tak berpasrah diri. Ia mencari-cari lagi sosok yang bisa dimintai bantuan. Dan ia pun melihat ada lelaki yang kaya berada di keramaian.
Ia pun mendapat kabar dari orang sekitar kalau lelaki ini seorang pengusaha yang kaya. Tapi, agamanya majusi atau penyembah api.
Tak peduli dengan agamanya, si wanita ini pun menceritakan hal yang sama seperti yang ia lakukan terhadap kepala desa.
“Jadi, kalian keturunan Rasulullah?” ucap si majusi ini kepada si wanita.
Karena kasihan, si majusi meminta pembantunya untuk memastikan keberadaan anak-anak si wanita ini di sebuah masjid. Si wanita dan anak-anaknya yang kelaparan pun akhirnya ditampung di salah satu rumahnya. Mereka diberikan makanan dan sarana yang layak.
Kembali ke si kepala desa yang ketika tidur, ia bermimpi melihat sosok Rasulullah dari kejauhan. Saat itu sudah hari kiamat. Rupanya Rasulullah sedang dikerumuni umatnya yang meminta syafaat.
Si kepala desa pun dengan berdesak-desakan ingin juga meminta syafaat kepada Rasulullah. Dan, akhirnya ia pun berhasil menjumpai Rasulullah.
“Ya Rasulullah, berikan aku syafaat. Aku umatmu,” ucapnya kepada Rasulullah.
Rasulullah menoleh ke arah si kepala desa. Rasulullah mengatakan, “Engkau umatku? Apa ada bukti?”
Si kepala desa terbangun dari mimpi. Tubuhnya merinding. Ia teringat pertemuannya dengan seorang wanita yang meminta pertolongan. Wanita itu mengaku zurriyah Nabi, sementara ia membalasnya dengan pertanyaan, “Apa ada bukti?
Ia pun menyadari kesalahannya. Dengan tergesa-gesa, si kepala desa mencari keberadaan wanita itu dan anak-anaknya. Akhirnya, ia mendapat kabar kalau mereka sudah ditampung oleh saudagar majusi.
“Permisi, apa benar Anda menampung seorang wanita dan anak-anaknya yang merupakan zurriyah Nabi?” tanya si kepala desa kepada saudagar majusi.
“Benar. Mereka sudah tidak kelaparan lagi. Mereka sudah hidup layak,” jawab si majusi.
“Bisakah mereka engkau kembalikan kepadaku?” tanya si kepala desa.
“Maaf, tidak bisa!” jawab si majusi.
“Baiklah, akan aku ganti uangmu dengan nilai seribu dinar (sekitar 7,5 milyar rupiah),” ucap si kepala desa.
“Ha, aku tahu. Pasti kamu mimpi bertemu Rasulullah. Aku juga mimpi bertemu Rasulullah. Aku sudah mendapatkan keberkahan berlimpah sejak mengurus mereka. Allah memberikanku hidayah hingga menjadi muslim dan melancarkan semua usahaku,” ungkap si mantan majusi. Ia menolak permintaan si kepala desa.
**
Menghormati dan memuliakan zurriyah Nabi berarti juga menghormati dan memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Begitu pun sebaliknya. [Mh]