ILMU agama merupakan ruh dan cahaya dari segala ilmu. Tanpanya, ilmu yang lain terasa mati dan gelap.
Ada seorang sahabat Nabi yang begitu mencintai ilmu Islam. Belum sepuluh tahun sudah menghafal Al-Qur’an. Siap melayani Rasulullah demi bisa belajar langsung dari beliau. Dan begitu gencar mengumpulkan hadis pasca wafatnya Nabi.
Dia adalah Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Orang umumnya memanggil beliau dengan Ibnu Abbas.
Usianya masih tergolong kanak-kanak saat Nabi masih hidup. Usianya dengan Nabi terpaut 49 tahun, jauh di bawah usia Nabi. Ia lahir di Mekah pada tahun 619 masehi. Dengan kata lain, Ibnu Abbas berinteraksi dengan Nabi hanya beberapa tahun saja.
Namun begitu, Allah menganugerahkan kecerdasan dan kesolehan yang luar biasa pada kakek buyut dari pendiri Kekhalifahan Abbasiyah ini.
Saat masih anak-anak, ia selalu melayani Nabi, hal-hal yang bisa ia lakukan. Seperti menyediakan air di ember ketika Nabi ke toilet, dan lainnya.
Hubungannya memang begitu dekat. Selain sebagai sepupu, salah seorang istri Nabi, Maemunah radhiyallahu ‘anha, juga merupakan bibinya.
Sejak kecil, Nabi sudah melihat sosok Ibnu Abbas sebagai pencinta ilmu. Tidak heran jika Nabi pernah mendoakannya, “Allahumma faqqihhu fiddin, wa’allimhut ta’wil.” Ya Allah anugerahkanlah kepadanya kepahaman tentang agama dan ajarkanlah ia ilmu tafsir.
Doa itu dipanjatkan Nabi sembari tangan Nabi memegang dada Ibnu Abbas.
Ketika Nabi wafat, usianya baru sekitar 13 tahun. Tergolong usia yang masih anak-anak.
Namun begitu, kecintaannya dengan ilmu mendorongnya untuk mengumpulkan hadis-hadis Nabi yang bertebaran di hafalan para sahabat Nabi yang banyak.
Tak ada cara lain untuk mengumpulkan itu, kecuali dengan mendatangi satu per satu. Ada yang ketika didatangi sedang tidur siang, dan lain-lain.
Ketika yang didatangi sedang tidur siang, Ibnu Abbas menggelar kain di depan pintu rumah orang itu. Hal itu dilakukan agar ia bisa menunggu dengan nyaman. Padahal, bisa saja ia mengetuk pintu rumah dan tentu saja tuan rumah akan senang menyambut sepupu Nabi.
Tapi, hal itu tidak ia lakukan. Ada seorang sahabat yang terkejut ketika mendapati Ibnu Abbas di depan pintu rumahnya.
“Sejak kapan kamu duduk di sini?” kata seorang sahabat yang rata-rata usianya jauh lebih tua dari Ibnu Abbas.
“Sudah dari tadi,” begitu kira-kira jawabnya.
“Kenapa kamu repot-repot seperti ini, kalau saja kamu mengetuk pintu atau mengirim surat undangan agar saya datang, tentu dengan senang hati saya akan datang,” ucap sahabat Nabi.
“Tidak apa-apa. Ilmu yang harus didatangi, bukan yang mendatangi,” jawab Ibnu Abbas.
Meski masih belasan tahun, Ibnu Abbas begitu dihormati Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Bahkan, ketika menjadi Khalifah, Umar mengangkat Ibnu Abbas sebagai penasihat khalifah.
Suatu kali, Umar pernah mengajak Ibnu Abbas menghadiri pertemuan para sahabat Nabi yang sudah senior. Melihat Umar membawa anak remaja, mereka terheran-heran.
“Kenapa kamu membawa anak kecil? Kami juga punya anak kecil seusia dia, tapi tidak kami ajak kesini,” begitulah reaksi seorang sahabat senior.
Umar tersenyum. Kemudian ia ‘mengetes’ pemahaman para sahabat yang ada di ruangan itu tentang tafsir dari Surah An-Nashr.
“Surah itu tentang kemenangan fathul Mekah dan meminta kita untuk bertasbih dan beristigfar,” ucap salah seorang dari mereka. Yang lain pun menjawab hal yang tak jauh berbeda dari yang pertama.
Kemudian Umar bin Khaththab mempersilakan Ibnu Abbas menyampaikan tafsirannya. Ibnu Abbas mengatakan, “Surah itu mengabarkan kepada Rasulullah bahwa ajalnya sudah dekat. Karena itu, Allah memerintahkan Nabi untuk memperbanyak tasbih, tahmid, dan istigfar. Karena Allah Maha Penerima Taubat.”
Saat itu juga Umar mengatakan, “Nah, aku lebih sependapat dengan tafsirannya.”
Ibnu Abbas wafat pada usia 68 tahun, dimakamkan di Thaif. Begitu banyak murid dan warisan ilmu beliau. Salah satunya Kitab Tafsir beliau ‘Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibni Abbas’. Beliau juga meriwayatkan sekitar 1.600 hadis Nabi.
**
Bukan hanya kecerdasan yang membuat orang banyak ilmu. Tapi, kegigihan dan keuletan mencari ilmulah yang paling utama.
Bersemangatlah untuk mengejar ilmu, bukan bersantai menunggu ilmu yang akan mendatangi. [Mh]