BALASLAH kejahatan dengan kebaikan, niscaya ia akan berbalik menjadi kebaikan.
Seorang ulama pernah mengatakan, jadilah seperti pohon buah. Orang banyak melemparinya dengan batu, tapi ia balas dengan buah yang lezat.
Ucapan itu tentu bukan sekadar asal saran atau nasihat. Melainkan, sebuah rembesan dari kebajikan yang diajarkan Al-Qur’an.
Dalam Surah Fushilat ayat 34, Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.”
Ayat ini begitu mudah dipahami, tapi sangat berat untuk diamalkan. Ketika seseorang diberikan kemampuan untuk membalas sebuah kejahatan, maka membalas dengan kebaikan suatu hal yang berat.
Berbeda jika memang tidak ada kemampuan untuk membalas, maka pasrah menjadi pilihan satu-satunya.
Ketika terjadi penaklukan Kota Mekah oleh kaum muslimin, penduduk Mekah yang masih musyrik membayangkan apa yang akan mereka terima dari pembalasan umat Islam yang pernah mereka zalimi.
Namun, bayangan mereka ternyata salah. Justru Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan rendah hati memaafkan mereka semua dan menawarkan untuk bergabung dalam agama yang lurus.
Padahal, kaum musyrik Mekahlah yang telah memerangi kaum muslimin dalam Perang Badar, Uhud, dan Khandak. Sebelumnya, mereka pula yang mengusir Rasulullah dan umat Islam dari kampung halaman.
Ketika ada kemampuan untuk membalas dan itu justru tidak dilakukan, maka keadaan orang yang memusuhi berbalik menjadi kesetiaan.
Dalam kehidupan sehari-hari, di sekitar rumah, masyarakat, sekolah, kampus, atau tempat kerja; konflik seperti ini mungkin saja terjadi. Bahkan mungkin di dalam sendiri.
Ketika peluang untuk membalas keburukan justru dibalas dengan kebaikan, maka hasilnya akan begitu dahsyat. Orang yang sebelumnya membenci akan berbalik menjadi cinta dan setia.
Memaafkan merupakan akhlak yang luar biasa. Meminta maaf karena mengakui salah saja sudah begitu berat. Terlebih lagi pihak yang begitu rendah hati untuk mau memaafkan.
Inilah akhlak yang dicontohkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Silahkan dipilih, mau meneladani akhlak Nabi atau sekadar menuruti hawa nafsu.
Cobalah berusaha keras untuk memaafkan meskipun terbuka kesempatan untuk membalas. Dengan cara itu, Allah akan mengangkat derajat kita: di mata manusia dan tentu saja di sisi Allah. [Mh]