ChanelMuslim.com- Mata itu jendela. Ada jendela untuk nalar. Ada jendela untuk hati. Dengan sebutan yang sama, mata tidak selalu ada yang di wajah kita.
Mata itu berfungsi untuk melihat. Setidaknya ada tiga kata dalam bahasa Arab yang diartikan sebagai melihat. Yaitu, ra’a, nazhara, dan bashara.
Para ahli bahasa menguraikan arti tiga kata itu. Kenapa ada tiga kata berbeda yang seolah memiliki arti yang sama: melihat.
Ra’a adalah melihat dalam arti biasa. Melihat sebuah benda yang menunjukkan apa adanya. Seperti itulah makna ra’a secara umum.
Nazhara adalah melihat dari sudut pandang yang lebih luas. Kata ini kerap dikaitkan dengan keilmuan. Seperti kata tadabbur yang berarti melihat lebih jauh atau lebih luas.
Al-Qur’an misalnya menggunakan kata ini untuk menelaah lebih jauh tentang sesuatu. Seperti, Tidakkah kalian melihat bagaimana unta diciptakan. Dan seterusnya.
Sementara bashara bisa secara khusus diartikan melihat dengan mata hati. Karena bukan wajah saja yang terdapat mata, hati pun memiliki mata.
Seperti firman Allah subhanahu wata’ala, Karena sesungguhnya, bukan mata yang (di kepalanya) yang buta. Melainkan, mata yang di hatinya.
Contoh, orang buta itu memang memiliki kelemahan. Ia tidak mampu melihat dengan mata di wajahnya. Tapi, di sisi lain ia memiliki kelebihan. Yaitu, terlatih untuk melihat dengan mata hatinya.
Ini tidak berarti bahwa harus buta mata dulu baru bisa melihat dengan hati. Karena bashara juga dikaitkan dengan sifat Allah sebagai Al-Bashir, yang artinya Maha Melihat.
Kemampuan melihat dengan mata hati biasanya dimililiki para Nabi. Seperti yang Allah sebutkan untuk Nabi Muhammad saat beliau diperjalankan pada momen Isra dan Mi’raj. Allah anugerahkan kepada Rasulullah kemampuan melihat yang ghaib, yang tidak bisa ditangkap dengan mata biasa.
Contoh lain seperti yang Allah anugerahkan kepada Nabi Yusuf. Beliau mampu melihat sesuatu di balik sebuah mimpi seseorang.
Dengan kata lain, bashara boleh jadi sebagai kemampuan melihat sesuatu karena kedekatannya dengan Yang Maha Melihat (Al-Bashir).
Sebuah hadis Qudsi mengatakan, “Dan seorang hambaKu senantiasa mendekat kepadaKu dengan melakukan ibadah-ibadah sunnat sehingga Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya, Akulah yang menjadi pendengarannya, penglihatannya, dan sebagai tangan yang digunakannya, serta kaki yang dijalankannya. Apabila ia memohon kepadaKu pasti Kukabulkan. Jika meminta perlindungan, maka pasti Aku lindungi.” (HR. Bukhari)
Jadi, kalau kita ingin melihat sesuatu di balik sesuatu, mendekatlah kepada Allah subhanahu wata’ala. Lebih dekat lagi, dan lebih dekat lagi.
Setidaknya, Allah akan singkap hijab yang menutupi wajah dunia yang sebenarnya. Dan hal itulah seperti yang dilakukan orang-orang shaleh sebelum kita.
Bukan mereka tak suka dengan gemerlap dunia. Bukan mereka tak mau menikmati dunia. Tapi lebih karena mereka mampu melihat dunia “apa adanya”. [Mh]