ChanelMuslim.com- Pohon itu makhluk hidup. Meski tidak bergerak, ia memberikan manfaat besar buat sekitarnya.
Tak banyak yang mau memikirkan keberadaan pohon. Karena diam, keberadaannya seperti tidak dianggap. Orang hanya ingin merasakan manfaatnya. Tapi, mengabaikan eksistensinya.
Seorang ahli lingkungan mengatakan, cukup dua pohon besar di sekitar rumah, ia akan menyejukkan udara sekitarnya. Ia akan menguatkan struktur tanah agar tidak goyah. Ia akan menyimpan persediaan air untuk suatu masa ketika hujan tak kunjung datang.
Pohon bergerak, tapi tak berpindah. Ia bergerak ke atas untuk meraih sinar matahari sebagai energi. Ia pun bergerak ke bawah untuk menjangkau asupan air sebagai bahan makanan. Ia bergerak ke samping untuk membangun keseimbangan diri.
Meski bergerak, pohon tidak melakukannya secara asal. Ia tidak akan menabrak benda yang sebelumnya sudah ada. Ia bergeser sedikit untuk menghindari tabrakan. Meskipun hal itu menjadikan tubuhnya menjadi tak lazim: bengkok kiri atau kanan.
Pohon tumbuh konsisten tegak lurus ke arah langit. Kecuali, ada benda yang sudah ada sebelumnya. Ia bergeser sedikit untuk kembali tegak lurus. Meski di tanah miring, ia tetap tegak lurus. Tidak ikut-ikutan miring seperti wadahnya.
Pada batas ketinggian tertentu, ia tak lagi tumbuh ke atas. Ia sadar diri bahwa itulah takdir ketinggiannya. Kemudian, ia habiskan energinya untuk menumbuhkan daun dan buah. Dua-duanya sangat bermanfaat untuk makhluk sekitar.
Begitu pun dengan gerakannya ke bawah melalui akar. Kalau ia tumbuh alami melalui biji, ada irama keseimbangan antara gerakan ke arah langit dan ke bawah menghujam bumi. Sekencang apa pun angin mengombang-ambing, pijakannya tetap kokoh.
Dua hal besar yang dilakukan pohon tanpa menampakkan suara sedikit pun. Tanpa pencitraan yang mengundang pujian. Secara konsisten, ia membersihkan polusi di permukaan bumi dan menyimpan air di bawahnya.
Nafas hidupnya tetap dalam pengabdian memberikan maslahat untuk sekitarnya. Siang ia bernafas mengeluarkan oksigen. Dan itu sangat dibutuhkan makhluk hidup sekitarnya. Baru di malamnya ia keluarkan gas lain untuk keseimbangan di siang esoknya.
Pohon tidak pernah protes jika manusia tak lagi membutuhkan kehadirannya. Mungkin karena dianggap merusak pemandangan. Mungkin karena terlalu menyita lahan. Mungkin juga karena bertentangan dengan kalkulasi efesiensi ruang.
Ketidakhadirannya justru disuarakan pihak lain. Diungkapkan oleh aneka bencana. Oleh banjir. Oleh panas udara di siang hari. Oleh kekeringan tanah yang tak lagi berisi air jernih.
Saat semua bencana itu mengemuka, barulah manusia sadar bahwa mereka telah zalim terhadap pohon. Tapi kesadaran itu hanya sesaat ketika pukulan bencana masih terasa. Manakala usai, kesadaran tentang hikmah pohon pun menguap seiring kerakusan mereka.
Pohon, oh pohon. Hijaunya menyejukkan. Meneduhkan mata dan menenangkan pandangan. Berada di bawahnya seperti berada dalam buaian ibu dengan penuh kehangatan.
Andai kita bisa menyadari hikmah bersahabat akrab dengan mereka. Andai kita bisa bercermin untuk bisa berperilaku seperti pohon: menyejukkan, melindungi, dan melayani. Tanpa menampakkan sedikit pun pencitraan dan harapan pujian. [Mh]