ChanelMuslim.com – Kisah Pekerja Bangunan dengan Mandornya
Di sebuah proyek bangunan, seorang mandor yang berada di lantai tujuh berusaha memanggil seorang pekerja yang asyik kerja di lantai tiga. Suara bising alat-alat bangunan membuat sang pekerja tak mendengar panggilan itu.
Sang mandor mencari cara lain agar sang pekerja mau mendongak ke arahnya. Ia lempari pekerja itu dengan koin seribu rupiah.
Baca Juga: Rahasia Sukses Pendiri CV Vermindo Internasional: Ingin Dekat dengan Anak
Kisah Pekerja Bangunan dengan Mandornya
Sang pekerja agak kaget karena di dekatnya ada uang koin seribu. Ia pun mengambil koin itu dan menyimpannya. Tapi, sedikit pun ia tidak mendongak ke arah sang mandor yang sudah berusaha memanggilnya. Sang pekerja pun kembali asyik dengan kesibukannya.
Dengan cara yang sama, akhirnya sang mandor melempari sang pekerja dengan uang seratus ribu. Kali ini, ia sangat berharap sang pekerja terkejut dan mau mendongak ke arahnya.
Mendapati uang seratus ribu tiba-tiba di dekatnya, sang pekerja menoleh ke kiri dan kanan sebentar, kemudian melompat-lompat kegirangan. Ia bersiul dan bernyanyi, seraya menyimpan uang itu di kantongnya.
Sayangnya, sang pekerja lagi-lagi sedikit pun tak mendogak ke atas. Ia pun kembali larut dalam kesibukannya.
Sang mandor pun mencari cara lain. Kali ini, ia melempari sang pekerja dengan sebuah batu kerikil. Dan kerikil jatuh tepat mengenai helem sang pekerja.
Kali ini, sang pekerja baru menyadari kalau ada seseorang di atasnya yang memintanya untuk mendongak.
**
Sekelumit kisah pekerja bangunan dengan mandornya itu boleh jadi mencerminkan bagaimana respon kita dengan isyarat Allah Subhanahu wata’ala saat meminta kita untuk mendongak sejenak ke arahNya.
Beberapa isyarat telah Allah berikan agar kita mau menengadah ke arahNya. Rezeki sedikit yang Allah berikan tidak membuat kita menghadap ke arahNya. Kita hanya mengambilnya sebagai sebuah kewajaran yang bisa kita dapat dalam hidup ini. Tanpa perlu memaknai sebagai isyarat agar kita mau lebih dekat menengadah ke arahNya.
Begitu pun dengan rezeki berlimpah yang Allah berikan kepada kita. Reaksi yang kita munculkan hanya senang dan bahagia. Seolah hal tersebut sebagai sebuah kewajaran karena jerih payah yang dilakukan. Atau, bahkan hanya sebagai rezeki nomplok yang turun secara kebetulan.Tanpa sedikit pun mengucapkan syukur dan berkomunikasi denganNya.
Sayangnya, hampir semua kita baru mau menengadah ke atas ketika “batu kerikil” kecil menimpa diri kita. Setelah bencana menimpa, barulah kita menyadari bahwa kita harus menengadah dan berkomunikasi intensif denganNya. (Mh)