ISLAM itu tidak mengenal warna kulit, bangsa, dan wilayah. Islam itu untuk umat manusia.
Ada yang menarik dari kisah pemuda Yahudi yang masuk Islam karena budaya gamelan di Indonesia. Sebut saja namanya Aron.
Aron merupakan Yahudi kelahiran New York, Amerika. Nenek moyangnya berasal dari Polandia yang terusir di masa Kekaisaran Rusia yang di abad ke-17 yang memusuhi etnis Yahudi di sana.
Sejak kecil, Aron hobi dengan musik. Musik yang ia gemari bukan musik umumnya. Melainkan, musik etnis atau disebut Etnomusikologi. Salah satunya gamelan.
Pada sekitar awal tahun dua ribuan, Aron tertarik untuk belajar gamelan di Indonesia. Melalui pertukaran pelajar, selama kurang lebih dua tahun, ia menekuni musik gamelan.
Awalnya, ia tak tertarik dengan Islam di Indonesia. Tapi, ia tahu kalau umat Islam Indonesia ‘alergi’ dengan orang Yahudi. Karena itulah, ia menyembunyikan agamanya. Ia hanya menyebut dirinya beragama Budha.
Ketika sangat menggandrungi musik gamelan, Aron merasakan spiritualitas yang tinggi dari musik gamelan. Tapi, ia tidak tahu apa.
Suatu kali, ada orang tua yang baru ia kenal berhasil menjelaskan makna spiritualitas dari musik gamelan di tanah Jawa. “Itu berasal dari seorang penyebar agama Islam,” begitu kira-kira ucapannya.
Orang tua itu menjelaskan bahwa para penyebar agama Islam di tanah Jawa, khususnya Sunan Bonang, mengubah musik gamelan masa lalu menjadi alunan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Saat itu Aron baru tahu kalau Islam tidak hanya aturan tentang lahiriah seseorang seperti yang ia pahami selama ini. Tapi juga tentang jiwa dan rasa seseorang. Islam tidak seperti yang ia tahu selama ini.
Setelah masa pertukaran pelajar itu usai, Aron menjadi begitu tertarik dengan ajaran Islam. Ia pelajari secara diam-diam. Dan akhirnya, ia bergabung dengan sebuah komunitas muslim di New York untuk berdiskusi lebih dalam tentang Islam. Hingga akhirnya, ia mengucapkan dua kalimah syahadah. Ia masuk Islam.
Namun begitu, Aron menyembunyikan itu dari keluarga dan sanak kerabatnya. Ia merasa tidak siap kalau mereka membencinya.
Waktu pun berlalu, segala perubahan Aron dari waktu ke waktu mereka curigai. Dan kecurigaan mereka memang benar kalau Aron sudah masuk Islam.
Hampir semua keluarganya merasa tidak perlu lagi bersahabat dengannya. Kecuali ibu dan ayahnya.
Ibunya mengatakan, “Apa kau bahagia dengan Islam?”
Aron menjawab, “Ya. Aku bahagia.”
Tapi, ayahnya memberikan pandangan lain. Pendek kata, keduanya tidak mempermasalahkan keislaman itu. Tapi, masa-masa saat itu Islam sedang mendapatkan citra buruk di Amerika termasuk New York.
Pendek kata, sang ayah meminta Aron untuk tidak membuka tentang keislamannya. Aron menyetujuinya.
Siapa sangka, hanya karena mendapatkan penjelasan tentang spiritualitas musik gamelan, pemuda Yahudi ini menjadi masuk Islam.
**
Kenalkanlah Islam pada siapa pun. Karena kita tidak pernah tahu, seperti apa keadaan hati seseorang tentang Islam. Orang biasa mengatakan, “Tak kenal, maka tak sayang!”
Kuncinya cuma satu: jangan batasi pergaulan, meskipun pada non muslim. Tapi dengan catatan, bukan kita yang dikendalikan lingkungan tempat kita berada.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: balliguu ‘annii walau aayah. Sampaikanlah dariku (Nabi Muhammad) walau hanya satu ayat. (HR. Bukhari dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma) [Mh]