KALENG biskuit isi rengginang menjadi lazim di momen Lebaran. Ada hikmah di balik kelaziman itu.
Selalu ada hal unik di momen Lebaran. Ada angpao kecil isi besar, dan angpao besar isi kecil. Ada juga kaleng biskuit bermerek tapi isinya rengginang.
Tentu saja kasus kaleng biskuit ini sering ‘mengelabui’ banyak tamu. Terlebih lagi anak-anak yang fanatik dengan biskuit merek tertentu.
Ketika mereka bertamu, sang anak bereaksi dengan sebuah kaleng biskuit. Di kaleng itu terdapat gambar-gambar biskuit dengan aneka bentuk dan rasa.
“Wow! Begitu menggiurkan!” batin si tamu kecil.
Ia pun meminta ke ibunya sambil tangannya menunjuk-nunjuk kaleng biskuit. Ibunya langsung paham.
Tapi, begitu kaleng biskuit dibuka, “Waduh! Ya, rengginang…,” ucap sang ibu kepada anaknya.
Karena sudah terlanjur menginginkan yang dituju, sang anak menangis. Ia tak mau kompromi.
“Mau biskuit coklat! Mau biskuit coklat yang di kaleng ini,” rengek sang anak yang membuat tamu dan tuan rumah merasa malu.
**
Kaleng biskuit isinya rengginang, mengantarkan kita pada sebuah hikmah. Bahwa apa yang terlihat di luar, isinya tidak zong.
Semakin tinggi tingkat sosial seseorang, semakin ia membutuhkan citra yang menjadikan dirinya selalu bernilai tinggi: cerdas, dermawan, penyabar, empati, dan segala sifat baik hati.
Berhati-hatilah dengan cara berpikir itu. Karena boleh jadi, citra yang dipoles hanya sekadar tampilan luar, sementara isinya jauh dari kenyataan.
Jadilah kita apa adanya. Ada atau tidak ada orang, itulah tampilan baik kita. Banyak atau sedikit orang yang melihat, seperti itulah kebaikan yang kita usahakan.
Jangan biarkan orang menjadi kecewa dengan kita, seperti kecewanya anak kecil dengan kaleng biskuit padahal isinya rengginang. [Mh]